Suara.com - Aksi kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT antara ayah dan anak viral di sosial media. Aksi itu menyeret nama Raden Indrajana Sofiandi yang diduga melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri.
Berdasarkan penelusuran Suara.com, ternyata karir Raden Indrajana Sofiandi mentereng, karena sempat menjadi petinggi di beberapa perusahaan ternama di Indonesia.
Saat ini, Raden Indrajana Sofiandi menjabat sebagai Head Of Compliance, Risk, and Legal di TrueMoney Indonesia. Dia telah bekerja di sejak Januari 2022 hingga sekarang.
Sebelumnya, Raden Indrajana Sofiandi pernah menduduki posisi Chief Risk Officer di PT Bank Neo Commerce Tbk dari Juni 2021 sampai Oktober 2021.
Baca Juga: Indonesia Bakal Jadi Negara Ekonomi Terbesar ke-4 Dunia, Ini Syaratnya
Dia juga sempat berlabuh di e-commerce Lazada sebagai Head of Business Risk and Compliance at Lazada mulai Juli 2019 sampai Juni 2021.
Kemudian, dia juga berkarir di perusahaan dompet digital OVO dengan menjabat sebgai Head Risk, Compliance, and AML CFT Specialist dari Juli 2018 sampai Juli 2019.
Raden Indrajana Sofiandi juga menduduki kursi Direktur di MoneyGram International dari Agustus 2016 sampai Juni 2018. Selain itu, sempat menjadi Senior Vice President Compliance di Commonwealth Bank.
Dikonfirmasi terkait kejadian ini, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Ary Syam menyebut pihaknya telah menerima laporan terkait kasus ini. Laporan tersebut dilayangkan ibu korban berinisial KEY pada 23 September 2022 lalu.
Berdasar hasil pemeriksaan awal, korban dalam kasus ini berjumlah dua orang. Keduanya merupakan berinisial KR dan KA, anak dari KEY dan pelaku berinisial RIS.
Baca Juga: Jokowi Senang Malam Hari PKL Ramai: Artinya Daya Beli Ada, Ekonomi Tumbuh
"Pada tahun 2021 sampai dengan 2022 di Apartemen Signature Park Jalan Letjen MT Haryono Kav. 22-23 Tebet, Jakarta Selatan diduga terjadi kekerasan yang dilakukan terlapor terhadap korban," kata Ade Ary saat dikonfirmasi, Selasa (20/12/2022).
Ade Ary menyebut pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Kedua korban juga telah mendapat pendampingan psikologis dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"Hambatan, kejadian sejak 2021 - 2022 tidak ada visum dan tidak ada rekam medis," ungkap Ade Ary.