Suara.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengapresiasi kinerja Himpunan Pengembang Jalan Indonesia (HPJI). Sebagai asosiasi profesi, HPJI dinilai telah memberikan kontribusi dalam pengembangan jalan di Indonesia.
Direktur Jenderal Bina Marga, Hedy Rahadian menjelaskan, oeran para pengembang jalan dari sektor publik swasta sangat vital. Pasalnya, prasarana jalan masih menjadi tulang punggung konektivitas untuk meningkatkan produktivitas ekonomi dan pengembangan wilayah nasional. Apalagi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menetapkan target 97 persen jalan nasional dalam kondisi baik dan waktu tempuh 1,9 jam untuk setiap 100 kilometer ruas utama.
Maka dari itu, selama delapan tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, kolaborasi profesional hingga akademisi pengembang jalan telah berhasil membangun 5.000 kilometer jalan nasional di wilayah perbatasan Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur serta pulau- pulau kecil. Kemudian lebih dari 1.750 kilometer jalan tol juga telah dibangun dan dioperasikan. Capaian ini 10 kali lipat lebih produktif dibandingkan 36 tahun sebelumnya.
Hedy berharap perjalanan pembangunan ini bisa terus memperbaiki peringkat kualitas jalan Indonesia di mata dunia. Data tahun 2019, menempatkan Indonesia pada posisi ke 59 dari 141 negera terkait kualitas jalan.
“Kita masih tertinggal dari tetangga. Singapura dan Malaysia pada urutan ke-1 dan ke-21,” tutur Hedy dalam pembukaan Konferensi Regional Teknik Jalan (KRTJ) ke-15, Senin pagi (19/12/2022), di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam KRTJ ke-15 ini, Hedy mengajak para pemangku kepentingan pengembang jalan untuk peduli pada isu-isu terkini. Misalnya, kelengkapan standar konstruksi/pekerjaan jalan, ketepatan metode konstruksi dan pemanfaatan material, kompetensi dan profesionalitas pelaku konstruksi jalan, pengawasan atas penggunaan jalan secara berkesinambungan, hingga estetika.
“Jalan harus dapat mewujudkan ruang jalan sekitar yang lebih menarik sehingga dapat dinikmati oleh publik dan tidak menjadi gersang dan tak terawat. Jalan yang berestetika memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan dan menjadi daya tarik,” ucap Hedy.
Hedy mencontohkan, jalan yang berestetika bisa dicapai dengan menata lansekap ruang milik jalan dengan tanaman hijau, mengurangi sebesar mungkin kerusakan bentang alam, mengendalikan erosi lereng dengan teknik non-struktural (vegetatif) atau kombinasinya, dan integrasi desain alinyemen dan view (pemandangan) alam sekitar.
Selain itu, pengembang jalan juga perlu mengakrabkan diri dengan teknologi jalan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Ramah lingkungan yang dimaksud, yakni penggunaan aspal daur ulang, campuran aspal hangat, dan perkerasan aspal porous.
Baca Juga: Asik Nih, Tol Cisumdawu Seksi 2 dan 3 Siap Beroperasi
Jalan berkelanjutan yang ramah terhadap keanekaragaman hayati serta fauna melalui penyeberangan hewan. Hal ini memitigasi dampak kerusakan terhadap habitat dan pola hidup flora dan fauna yang sudah ada lebih dulu di lokasi pembangunan jalan.
Kemudian, jalan yang berkelanjutan juga harus berketahanan terhadap bencana alam, termasuk cuaca ekstrim. Mitigasi risiko bencana dan dampak kerusakan menjadi prioritas melalui metode yang tepat dan didukung sistem informasi yang andal.
Hedy menambahkan KRTJ ke-15 adalah kesempatan untuk para anggota HPJI dan masyarakat umum melalui sidang teknik dan diskusi teknik, workshop, dan dialog interaktif untuk berkumpul dan merumuskan inovasi teknologi dan mencari solusi yang dapat diterapkan pada pembangunan jalan di Indonesia.
Rangkaian acara KRTJ bisa dimanfaatkan sebagai langkah untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kerja konstruksi bidang jalan. Seminar dan dialog agar digunakan sebagai forum untuk melakukan transformasi penyelenggaraan jalan yang lebih responsif terhadap tantangan pembangunan berkelanjutan dan digitalisasi. (ian)