Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan Indonesia akan menghasilkan 1,5 giga ton CO2 pada tahun 2060.
"Nilai emisi tersebut terjadi, apabila kita hanya melakukan business as usual tanpa ada upaya untuk menggesernya dengan menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan," ungkap Arifin.
Karenanya pemerintah serius mengejar target Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol bersih pada tahun 2060. Pemerintah juga telah membuat roadmap transisi energi yang dibagi menjadi setiap lima tahun.
Pemerintah menargetkan pada tahap 2021-2025, jumlah kendaraan listrik 300.000 unit mobil dan 1,3 juta unit motor. Sedangkan pada tahap 2026-2030, jumlah kendaraan listrik ditargetkan 2 juta unit mobil dan 13 juta unit motor.
Pionir dalam pengolahan dan pemurnian (refinery) bijih nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik, PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL), mendukung target kendaraan listrik dari pemerintah tersebut.
Salah satu unit usaha HARITA Nickel ini mengelola refinery nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara dengan kapasitas produksi 365 ribu ton per tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Tidak hanya dari sisi produksi yang menghasilkan bahan baku baterai kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan, di lingkup area operasional pun PT HPL juga melakukan sejumlah upaya untuk menerapkan NZE.
Head of Technical Support PT Halmahera Persada Lygend Rico W Albert menjelaskan sejumlah upaya yang sudah dijalankan. Di antaranya peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa solar panel dan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dengan penggunaan kendaraan energi listrik di area perkantoran dan pabrik.
Perusahaan juga memanfaatkan kembali air limpasan hujan dari area pabrik pada kolam penampung untuk mengurangi penggunaan air baku pada proses produksi.
Baca Juga: Waduh, Indonesia Bisa Kebanjiran Produk Impor Akibat Subsidi Kendaraan Listrik
“Kami juga menggunakan teknologi ESP (Electrostatic Precipitator) yakni teknologi pengendalian abu atau debu dari proses pembakaran sehingga lebih ramah lingkungan,” kata Rico.