Suara.com - Provinsi DKI Jakarta diperkirakan masih berkontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia di tengah berbagai tantangan, lantaran sektor perbankan DKI Jakarta konsisten menunjukkan pertumbuhan positif.
“Ini ditandai oleh tumbuhnya dana pihak ketiga (DPK) bank umum di DKI Jakarta yang banyak didukung dari tumbuhnya giro sehingga mengindikasikan DPK siap digunakan untuk menopang aktivitas ekonomi,” ujar Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih dalam Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Kamis (15/12/2022).
Data dari BPS menyebut, pada triwulan III-2022 ekonomi DKI Jakarta tumbuh 5,94 persen dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy), yang banyak didukung dari tingginya permintaan domestik, di antaranya konsumsi rumah tangga, investasi masyarakat, kegiatan ekspor, serta mulai bangkit dan tumbuhnya lapangan usaha antara lain di bidang pariwisata, telekomunikasi, dan transportasi di ibu kota negara.
Selain itu, menurut Lana, saat ini Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) telah ditetapkan untuk periode Desember 2022 bagi simpanan dalam rupiah di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yakni TBP rupiah di bank umum sebesar 3,75 persen dan valuta asing (valas) naik menjadi 1,75 persen.
Baca Juga: PSIS Semarang Bungkam Persija Jakarta, Gillan: Ada Peran Penting Carlos Fortes dan Ali Sesay
Kemudian, TBP simpanan rupiah di BPR menjadi 6,25 persen. Penyesuaian TBP tersebut akan berlaku untuk periode 9 Desember 2022 sampai 31 Januari 2023.
Meski ada risiko dan ketidakpastian ekonomi, LPS dan KSSK berupaya mengantisipasi hal ini melalui penyediaan ruang bagi perbankan untuk merespon pergerakan likuiditas global sehingga tetap dapat mendukung pemulihan ekonomi melalui penyaluran kredit.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga sempat menyinggung bagaimana kontribusi LPS dalam mengatasi dampak pandemi bagi perekonomian nasional. Dalam rangka menjaga stabilitas sistem perbankan selama masa pandemi yang lalu, LPS telah menerbitkan kebijakan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi dan relaksasi waktu penyampaian laporan, untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan.
“Dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, LPS memiliki kewenangan tambahan dalam hal penempatan dana selama pemulihan ekonomi, sebagai akibat pandemi COVID-19 terhadap bank yang memiliki permasalahan likuiditas. Kewenangan ini merupakan salah satu fungsi meminimalisir risiko pada penjaminan simpanan,” tambahnya.
Pada akhir paparannya, Lana mengungkapkan sinergi dan kolaborasi antara pihak, yakni akademisi, pelaku bisnis, dan pemerintah, selaku pemangku kebijakan, perlu untuk terus dilaksanakan bahkan diperkuat lagi.
Baca Juga: Heru Budi Rangkap Jabatan sebagai Kasetpres dan Pj Gubernur DKI Justru Untungkan Jakarta, Benarkah?