Serikat Pekerja Rokok Geram Asing Intervensi Kebijakan Pertembakauan Indonesia

Selasa, 13 Desember 2022 | 15:20 WIB
Serikat Pekerja Rokok Geram Asing Intervensi Kebijakan Pertembakauan Indonesia
Ilustrasi bagi hasil cukai hasil tembakau. (Dok: Bea Cukai)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI menolak adanya dorongan pihak asing yang turut campur dalam kebijakan pertembakauan di Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua FSP RTMM Sudarto menanggapi adanya gelaran 7th Asia Pacific Summit of Mayors yang diselenggarakan Asia Pacific City Alliance for Health and Development (APCAT) 1-3 Desember lalu.

Dia menjelaskan, mengatakan bahwa indikasi intervensi asing dalam penyusunan kebijakan soal tembakau terpampang nyata. Salah satunya melalui gelaran 7th Asia Pacific Summit Mayors APCAT yang di dalamnya hadir sejumlah lembaga asing seperti Bloomberg Philanthropies.

Menurut Sudarto, aliran dana yang dikucurkan oleh lembaga internasional untuk mengatur kebijakan tembakau di Indonesia telah menjadi rahasia umum.

"Aliran dana itu sudah banyak yang tahu. Tapi yang menyerang tembakau hanya memanfaatkan kucuran dana untuk kampanye tanpa memperhatikan kondisi pekerja. Bicara soal rokok kita harus lihat lebih dalam karena ada aspek pekerja. Kami sudah mengirim surat kepada Presiden Jokowi untuk menolak intervensi ini pada 2 Desember lalu," ujarnya kepada wartawan, Selasa (13/12/2022).

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Dana Bagi Hasil Cukai Naik 3% Mulai Tahun Depan

Sudarto menuturkan, secara hukum pekerja telah jelas dilindungi oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Apalagi, industri hasil tembakau adalah industri yang legal.

"Yang berkumpul dalam acara itu antara lain beberapa kepala daerah, mereka seharusnya bersikap netral dan paham bahwa lapangan kerja itu terbatas. Mereka sendiri tidak bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja. Situasi ekonomi juga masih tidak pasti, ancaman resesi global dan PHK massal harus diperhitungkan," tegas dia.

Sudarto juga menjelaskan terkait pengendalian tembakau sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 yang justru saat ini didorong untuk direvisi. Padahal PP 109/2012 telah secara komprehensif mengatur soal pertembakauan. Ia yakin dorongan revisi PP 109/2012 juga turut ditunggangi lembaga-lembaga asing tanpa basis data dan fakta yang jelas.

"Kalau mau revisi, harusnya evaluasi terlebih dulu. Kalau implementasinya belum kuat, bukan berarti aturannya yang harus direvisi. Banyak aspek dalam PP ini, termasuk tenaga kerja. RTMM tidak anti regulasi, tapi harus dilihat situasinya," imbuh dia.

Sebelumnya, Direktur Bloomberg Philanthropies Kelly Larsson dalam acara 7th Asia Pacific Summit of Mayors yang diselenggarakan Asia Pacific City Alliance for Health and Development (APCAT) menjelaskan bahwa Bloomberg Philanthropies telah mendonasikan lebih dari satu miliar dolar untuk mendukung pengendalian tembakau di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah di seluruh dunia sejak tahun 2007.

Baca Juga: PMK Kebijakan Cukai Tak Kunjung Terbit, Pelaku Industri Harap-harap Cemas

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI