Suara.com - Sekretaris Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Sesmenkop UKM) Republik Indonesia, Arif Rahman menemui massa aksi yang terdiri dari 1.200 pelaku usaha Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan unjuk rasa terkait dengan RUU PPSK.
Sebagai informasi, aksi unjuk rasa yang dilakukan pelaku usaha koperasi simpan pinjam ini ditujukan untuk menolak keterlibatan serta intervensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan koperasi, karena bertentangan dengan prinsip serta jatidiri koperasi.
"Kami berterima kasih atas masukan serta dukungan dari bapak-ibu semuanya, yang arahnya kita ingin membangun koperasi yang kuat dan modern," ucap Arif Rahman pada saat menemui massa aksi di depan Kantor Kemenkop-UKM, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia mengaku, pihak Kementerian Koperasi dan UMKM siap untuk mengakomodir seluruh tuntutan dari pelaku usaha koperasi simpan pinjam. Utamanya tentang tata kelola usaha sektor keuangan koperasi simpan pinjam tidak akan berada dibawah pengawasan OJK.
Baca Juga: UMKM Makin Tangguh, BRI Rampungkan 54,5% Restrukturisasi Kredit Covid-19
"Pengaturan tata usaha yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, atau Undang-Undang tentang Perkoperasian yang baru," tuturnya.
Disisi lain Ketua Forum Gerakan Koperasi Indonesia, Robby Ferliansyah meminta kepada pihak Kemenkop-UKM agar bisa secara jelas menjabarkan sektor-sektor usaha koperasi yang berada dalam ranah pengawasan Kementerian maupun OJK.
Menurutnya, rencana awal Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, agar ada kompartemen koperasi didalam OJK yang akan diatur dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK), mendapatkan kritikan dari pelaku usaha koperasi simpan pinjam.
"Ininya arahnya dari Kementerian sudah sejalan dengan yang kita inginkan. Artinya poin keterlibatan OJK dalam pengawasan koperasi simpan pinjam dihapuskan," ungkap Robby Ferliansyah.
Adapun terdapat lima poin tuntutan yang telah disepakati antara FGKI bersama dengan Kemenkop-UKM yaitu:
1. Pengaturan tata kelola sektor keuangan koperasi oleh OJK dalam RUU PPSK dicabut;
2. Pengaturan tata kelola sektor keuangan koperasi dikembalikan pada UU Perkoperasian;
3. Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan termasuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang bisa berbadan hukum koperasi dicabut;
4. Pengaturan sektor usaha keuangan koperasi untuk melayani masyarakat non anggota diberikan waktu kesempatan satu tahun untuk berbadan hukum koperasi atau berbadan hukum lembaga jasa keuangan diluar koperasi. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
5. Penyusunan serta pembuatan RUU Perkoperasian wajib melibatkan serta menampung aspirasi seluruh gerakan koperasi Indonesia.
Baca Juga: Tolak Kehadiran OJK, Pelaku Usaha Koperasi Geruduk KemenkopUKM
Disamping itu, dia menyebutkan bahwa asal mula usulan pelibatan OJK dalam Koperasi simpan pinjam disebabkan oleh beberapa oknum lembaga keuangan "mengatasnamakan" koperasi yang mengalami gagal bayar sehingga menimbulkan kerugian nasabahnya.
Menurutnya, Kemenkop-UKM yang seharusnya bisa memberikan landasan hukum yang jelas terkait kelembagaan Koperasi Simpan Pinjam seolah-olah memilih melempar tanggungjawab pengawasannya kepada OJK.
"Ketika itu terjadi, Kementerian seolah-olah membuat konsep adanya close loop dan open loop, yang seolah-olah membenarkan adanya penyelewengan terhadap Koperasi itu. Harusnya kementerian menghukum oknum-oknum yang menyalahgunakan koperasi. Yang dalam beroperasi tidak sesuai dengan prinsip koperasi," tegasnya.