Suara.com - Geliat bisnis sejumlah perusahaan masa kini tidak bisa lepas dengan keberlangsungan lingkungan. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran perusahaan-perusahaan terhadap isu tersebut, sejumlah perencanaan bisnis mereka juga mengarah pada praktik yang ramah lingkungan.
Tak sedikit perusahaan yang kini mengimplementasikan strategi tersebut demi masa depan bisnis dan lingkungan lebih baik, salah satunya dilakukan oleh PT Adaro Energy Indonesia. Dalam diskusi yang mengangkat tema Bisnis Berkelanjutan” Inisiatif Hijau untuk Masyarakat dan Bumi yang diselenggarakan oleh Katadata Indonesia.
Director PT Adaro Energy Indonesia Mohammad Syah Indra Aman mengatakan, saat ini PT Adaro sedang mengembangkan proyek di sektor energi terbarukan, di samping usaha intinya. Menurut Indra, saat ini PT Adaro Energy Indonesia tengah mencanangkan perubahan struktur di internal, dimana perusahaan kini menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan Green Initiative Hal tersebut, lanjut Indra, dilakukan tidak lain untuk merespon isu perubahan iklim yang kini dampaknya semakin terlihat.
“Konsep ini kita persiapkan supaya kita bisa lebih menyesuaikan diri untuk bergerak cepat mengembangkan Green Initiatives yang ada,” ujar Indra.
Baca Juga: 4 Lowongan Kerja Adaro Energy, Segera Daftar Sebelum 31 Desember
Indra menjelaskan, melalui konsep tersebut juga muncul sejumlah bisnis baru di lingkup Adaro, yang berbasiskan Green Initiatives. Diantaranya, saat ini tengah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin).
Selain itu, PT Adaro Energy Indonesia kini juga tengah mengembangkan konsep pembangkit listrik tenaga sampah yang ramah lingkungan. Menurut Indra, PT Adaro Energy Indonesia dalam memaksimalkan penggunaan sampah untuk menghasilkan energi baru adalah dengan melibatkan sejumlah komunitas untuk mengumpulkan sampah, untuk selanjutnya diubah menjadi energi.
Berdasarkan perhitungan dari PT Adaro Energy Indonesia, energi yang dihasilkan dari sampah tersebut setara dengan energi yang biasa didapatkan dari batu bara.
“Energi yang dihasilkan satu ton sampah sama dengan energi dari satu ton batu bara,” ujar Indra.
Sejalan dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan, industri otomotif juga tak mau ketinggalan mengambil peran dalam Green Initiatives, salah satunya dengan mulai memproduksi kendaraan atau mobil listrik, dimana penggunaannya akan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sekaligus membantu membersihkan udara karena kendaraan listrik adalah nol emisi.
Baca Juga: Perkuat Ketahanan Bisnis, BUMN Semen Indonesia Janji Jalankan Usaha Berkelanjutan
Hal itulah yang kini tengah dilakukan oleh produsen mobil asal Tiongkok, Wuling Motors. Brand & Marketing Director Wuling Motors Dian Asmahani mengatakan, kendaraan atau mobil listrik merupakan solusi bagi masyarakat di tengah semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak.
Menurut Dian, bagi masyarakat di perkotaan, mobil listrik juga dapat membantu mobilitas masyarakat di tengah semakin parahnya kemacetan di Ibu Kota.
“Masyarakat menyambut baik, kita percaya penjualan kendaraan listrik semakin baik, dan akan didukung dengan infrastruktur dan dukungan pemerintah,” ujar Dian.
Meski begitu, lanjut dia, produksi dan penggunaan mobil listrik tak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang kini muncul dari produksi mobil listrik adalah bagaimana mengolah limbah baterainya.
Menurut dia, hingga kini hal tersebut masih menjadi pembahasan di internal Wuling Motors. Namun demikian, Dian yakin penggunaan baterai pada kendaraan listrik masih jauh lebih baik dibanding bahan bakar minyak, karena usia pakai baterai kendaraan listrik bisa mencapai lebih dari delapan tahun.
Kemudian, Industri perbankan juga tak mau ketinggalan dalam bisnis berkelanjutan yang berbasiskan ESG atau Environment, Social, Governance. Enterprise Risk Management Division Head BNI Rayendra Minarsa Goenawan mengatakan, peran perbankan sangat lah penting dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG dan Green Initiatives, sebab perbankan memiliki fungsi perantara atau intermediasi antara masyarakat umum dan kalangan pengusaha.
Rayendra menuturkan, dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG dibutuhkan proses yang tidak instan. Perbankan berperan mendampingi para pelaku dalam proses menuju bisnis berkelanjutan dalam kerangka bisnis yang berorientasi pada lingkungan.
Salah satu yang dilakukan BNI saat ini, lanjut dia, memberikan kesempatan untuk mendapatkan bantuan pembiayaan bagi para pelaku usaha yang berwawasan lingkungan atau yang memiliki portofolio hijau. BNI memberikan porsi yang cukup besar bagi para pelaku usaha yang memiliki portofolio hijau, yakni sebesar 28,5 persen atau setara dengan Rp176 triliun.
“Bila kita memiliki pelaku usaha yang kuat, bukan dari sektor korporasi saja tapi dari semua sektor, maka ini akan menjadi backbone yang kuat bagi Indonesia sendiri,” ungkap Rayendra.