Lebih lanjut, Andri mengatakan bahwa rancangan peraturan ini akan membantu petani swadaya untuk diakui secara hukum maupun dalam rantai pasok karena adanya persyaratan soal traceability.
Secara khusus, SPKS sangat mendukung amandemen parlemen UE tentang kemitraan dengan negara produsen untuk mengatasi tantangan yang dihadapi petani kecil, dukungan teknis dan keuangan untuk geolokasi, dan dukungan untuk kepatuhan petani, termasuk melalui investasi, peningkatan kapasitas dan mekanisme penetapan harga sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 4 rancangan aturan UE.
“Hal ini harus dituangkan dalam roadmap yang akan diimplementasikan melalui kemitraan antara pembeli, produsen, dan petani kecil, yang diawasi oleh UE, yang bertujuan untuk menjamin akses pasar bagi petani kecil, mendukung petani kecil, praktik berkelanjutan, dan inisiatif konservasi hutan”, tegas Andri.
Menurut Andri, selain pembentukan peta jalan, UE harus membantu petani sawit di Indonesia dengan mengembangkan mekanisme pemberian dukungan yang konkret.
“Terkait dengan surat yang dikeluarkan oleh Gabungan Industri Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada tanggal 7 November, perlu kami tegaskan bahwa SPKS telah membuktikan bahwa ketertelusuran ke kebun bersama dengan geolokasi yang dikombinasikan dengan penerapan NoDeforestation adalah mungkin bagi anggota petani kecil kami, dan hal ini tentu bertentangan dengan klaim yang dibuat GAPKI dalam suratnya,” tegas Andri.
Andri menambahkan bahwa petani sawit anggota SPKS telah menerapkan produk sawit bebas deforestasi, menggunakan pendekatan HCS yang dikembangkan oleh multistakeholder yaitu LSM, pedagang, pasar & petani kecil.
“Atas dasar tersebut, kami mengharapkan agar regulasi ini juga mengatur tuntutan yang lebih kuat kepada pasar UE supaya menerapkan kuota minimum untuk membeli produk dari petani kecil sebagai prioritas." pungkasnya.