Uni Eropa Tidak Senang Saat Indonesia Berkembang, Gugatan WTO Jadi Buktinya

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 30 November 2022 | 18:25 WIB
Uni Eropa Tidak Senang Saat Indonesia Berkembang, Gugatan WTO Jadi Buktinya
Pengolahan bijih nikel di smelter milik PT Vale di Sulawesi Selatan. (Bannu MAZANDRA / AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia sekali lagi menegaskan komitmennya untuk tetap menghentikan bahan mentah, tidak hanya pada komoditas nikel saja meski kalah WTO.

"Indonesia telah menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang menghasilkan nilai ekspor nikel tahun 2021 melompat menjadi USD20,8 miliar atau Rp300 triliun lebih dari sebelumnya hanya USD1,1 miliar. Akibat kebijakan tersebut, Indonesia digugat oleh Uni Eropa di WTO," kata Jokowi melalui Twitter resminya.

Hal ini sekaligus secara tidak langsung memperlihatkan bahwa Uni Eropa secara tidak langsung hanya ingin diuntungkan dan tidak mau melihat Indonesia untung dan berkembang lebih jauh melalui komoditas yang dimiliki.

Ia juga menegaskan komitmen pemerintah dalam melakukan hilirisasi bahan-bahan tambang yang ada di tanah air untuk mendapatkan nilai tambah yang berlipat.

Baca Juga: Jokowi Bilang Ekonomi Tahun Depan Suram, Pengamat Sebut Masih Ada Secercah Harapan

“Ini sudah bolak-balik saya sampaikan, ini urusan nilai tambah yang ingin kita peroleh, yang ingin kita kejar dari hilirisasi, dari downstreaming itu. Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, sudah. Begitu kita dapatkan investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh,” ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 di The Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (30/11/2022) pagi.

Jokowi menyebut, beberapa tahun silam Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dolar Amerika Serikat. 

Usai adanya smelter di tanah air dan pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih.

Kebijakan yang ditempuh pemerintah tersebut menuai gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kekalahan yang diterima di WTO, ujar Presiden, tidak menyurutkan langkah Indonesia untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.

“Enggak apa-apa, kalah. Saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua, hilirisasi lagi, bauksit. Artinya, bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material). Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Setop, cari investor. Investasi agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” ujarnya.

Baca Juga: Raffi Ahmad Terancam Diboikot Massa Pro Anies, Ditertawakan Loyalis Jokowi: Junjunganmu Pernah 'Suap' Raffi!

Presiden menambahkan, hilirisasi industri tersebut juga memicu surplus neraca perdagangan Indonesia.

“Seperti kasus nikel ini nanti, dari Rp20 triliun melompat ke lebih dari Rp300 triliun. Sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus, yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun kita. Baru 29 bulan yang lalu, kita selalu surplus. Ini, ini yang kita arah,” ujarnya.

Mantan Wali Kota Surakarta itu menyebut, gugatan tersebut merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia.

Bagi Uni Eropa, jika nikel diolah sendiri oleh Indonesia, industri mereka banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. Namun, Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.

“Negara kita ingin menjadi negara maju. Kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja kita takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Terus, saya sampaikan kepada Menteri, ‘Terus, tidak boleh berhenti. Tidak hanya berhenti di nikel, tapi terus yang lain,'” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI