Potensi Dualisme Kewenangan di Perpres Neraca Komoditas

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 30 November 2022 | 06:34 WIB
Potensi Dualisme Kewenangan di Perpres Neraca Komoditas
Ilustrasi pelabuhan.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebelum implementasi SINAS NK, Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PBUMKU) Ekspor Impor diatur di masing-masing kementerian/lembaga (K/L). Dalam regulasi lama tersebut, menurut Suhandri, pengusaha lebih fleksibel menentukan kategori daging.

Di SINAS NK, kode HS semakin detail. Jika sebelumnya hanya ada tiga kategori daging sapi impor, yaitu premium cut, secondary cut, dan fancy, kini harus dilengkapi dengan kategori lain, yaitu beku dan segar. Kemudian, bertulang dan tidak bertulang.

"Yang dialami teman-teman sejak 2017 hingga sebelum SINAS NK lebih fleksibel. Misalnya, hanya impor premium cut, apakah bertulang atau tidak bertulang akan kami pikirkan berikutnya. Karena kami biasanya impor gelondongan," keluhnya.

Tantangan lain, lanjutnya, terkait rencana kebutuhan tahun depan, dari Januari hingga Desember. Sementara realisasi impor tidak selalu sesuai dengan rencana yang dibuat. Selain itu, importir juga mempertimbangkan pergerakan harga daging yang bisa murah di bulan-bulan tertentu.

"Kami ini pedagang. Kami mempertimbangkan bahwa pada bulan-bulan terntentu harga dagung bisa lebih murah, atau bisa juga di bulan tertentu justru enggak beli," ujarnya.

Kemudian juga ada ketentuan rencana kebutuhan dan pasokan. Dalam SINA NK, pasokan dipecah lagi dan didistribusikan sesuai masing-masing kelompok daging. Hal ini, menurut Suhandri, menjadi kendala bagi pengusaha.

"Ini juga menjadi kendala di teman-teman. Kalau pemerintah melihat semakin detail semakin bagus, buat kami semakin susah. Kami membuat rencana hanya membeli 1 ton atau kami minta 100 ton, bisa-bisa kami minta 200 ton. Yang terjadi kemudian realisasi tidak akan tercapai. Realisasi impor saat ini paling tinggi 15%-20%," tandas dia.

Perlu Evaluasi

Menurut Asisten Deputi Fasilitasi Perdagangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Tatang Yuliono, neraca komoditas perlu dievaluasi. Sejumlah masalah masih sering ditemui dalam pelaksanaannya.

Baca Juga: Kementerian Hingga Pemda Mulai Pakai Produk Lokal, Jokowi: Tinggalkan Barang Impor

"Neraca komoditas ini tidak ada acuan yang sama. Misal saja satuan komoditas antar-K/L (kementerian/lembaga) tidak bisa standar. Juga tidak ada transparansi keputusan atau self level agreement (SLA), dan tidak ada proses ketertelusuran dalam perizinan yang lalu," kata Tatang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI