Surveyor Indonesia Dukung BI dan OJK Memitigasi Risiko Iklim dan Menjaga Keanekaragaman Hayati

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 29 November 2022 | 18:01 WIB
Surveyor Indonesia Dukung BI dan OJK Memitigasi Risiko Iklim dan Menjaga Keanekaragaman Hayati
Dialog Kebijakan yang diselenggarakan di Graha Surveyor Indonesia, Jakarta.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guncangan terkait iklim dan sumberdaya alam (SDA) dapat menjadi risiko sistemik pada perbankan dan stabilitas keuangan, sehingga perlu disikapi oleh regulator sektor keuangan dan Bank Sentral.

“Mengurangi risiko-risiko sejak dini akan mendatangkan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam jangka panjang yang juga sejalan dengan agenda keuangan berkelanjutan G20,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia PT Surveyor Indonesia, Lussy Ariani Seba, dalam Dialog Kebijakan yang diselenggarakan di Graha Surveyor Indonesia, Jakarta.

Dialog Kebijakan dengan tema “Mendorong Kebijakan Sektor Keuangan Memitigasi Risiko terkait Alam dan Iklim serta Meningkatkan Kualitas Tata Kelola SDA” yang diselenggarakan oleh PT Surveyor Indonesia bersama Perkumpulan Prakarsa dihadiri oleh para pejabat di sektor keuangan, kementerian, praktisi, akademisi, dan masyarakat sipil, antara lain Bank Indonesia, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Walhi, dan para akademisi seperti Faisal Basri dan Elena Almeida.

Perekonomian Indonesia berkembang pesat, namun cukup rentan terhadap risiko fisik dan transisional yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan hilangnya beberapa sumber daya alam.

Baca Juga: OJK Perpanjang Masa Restrukturisasi Kredit, UMKM Bisa Sedikit Lega

“Oleh karena itu, PT Surveyor Indonesia mendukung setiap langkah dan kebijakan regulator sektor keuangan dan Bank Sentral yang beberapa di antaranya dilontarkan dalam bentuk gagasan kebijakan oleh Network for Greening the Financial System (NGFS),” ujar Lussy.

PT Surveyor Indonesia sebagai anggota Holding BUMN Jasa Survey melalui layanan jasa sustainability mendukung program-program Pemerintah dalam sektor keuangan berkelanjutan.

“Kita semua membutuhkan Lembaga Jasa Keuangan untuk mendukung tujuan bersama membangun masa depan yang aman, tangguh, dan berkelanjutan. Pendanaan mestinya dapat mengalir di tempat yang paling dibutuhkan: kepada masyarakat, pelaku UMKM, maupun kegiatan inovatif untuk memulihkan lingkungan dan beroperasi dengan cara regeneratif,” lanjutnya.

Lussy menegaskan perlu adanya orkestrasi dalam pembiayaan sehingga akan tercapai sebuah harmoni dan sinergi.

Sementara itu, Elena Almeida, Analis Kebijakan, NGFS INSPIRE, London School of Economics (LSE) dalam paparannya “Climate and Nature-related Risks to Indonesia’s financial stability: Lessons from NGFS Member Policy Responses” mengatakan pentingnya peran bank sentral dalam menjaga keanekaragaman hayati.

Baca Juga: LPEI dan Exim Bank se-Asia Bahas Ketahanan Ekonomi Pasca Pandemi

Mandat primer Bank Sentral untuk menjaga stabilitas harga dan stabilitas keuangan seta mandat sekunder yakni mendukung kebijakan ekonomi pemerintah memiliki relevansi dengan keanekaragaman hayati.

"Fungsi stabilisasi harga yang dijalankan Bank Sentral dengan menangani inflasi melalui pengaturan jumlah uang yang beredar juga merupakan alat yang berpotensi meningkatkan pembiayaan berkelanjutan,” kata Elena.

Sementara fungsi stabilisasi keuangan yang dilakukan dengan mencegah risiko sistemis dalam sistem keuangan juga merupakan alat untuk menangani risiko terkait alam, imbuhnya.

“Sedangkan pelaksanaan mandat sekunder yakni mendukung kebijakan ekonomi pemerintah juga merupakan alat yang berpotensi meningkatkan pembiayaan berkelanjutan,” tutur Elena.

Ia menambahkan bahwa tanggung jawab utama untuk mengatasi krisis keanekaragaman hayati diemban oleh Pemerintah, terutama untuk mengatasi kegagalan pasar, kelembagaan, dan kebijakan yang menimbulkan penurunan kualitas/kuantitas ekosistem. Selain itu, menurutnya Bank Sentral berperan penting dalam menyelaraskan semua aliran keuangan untuk mendukung konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

“Sinyal kebijakan dari Bank Sentral dan pengawas keuangan dapat memainkan peran pelengkap untuk menjaga stabilitas keuangan dengan mengurangi risiko keuangan terkait keanekaragaman hayati dan membantu mengarahkan sumber daya keuangan demi mendukung kegiatan yang berdampak positif terhadap alam,” ujar Elena.

Mengatasi risiko keuangan terkait keanekaragaman hayati menjadi mandat bank sentral dan pengawas keuangan. Risiko ini meliputi ketidakselarasan proses alami dan kemungkinan terlewatinya titik kritis yang tidak dapat dibalikkan lagi. Ketidakpastian skala risiko ini bukan alasan untuk tidak melakukan tindakan.

Bank Dunia memperkirakan bahwa kerusakan 3 jasa ekosistem akan menghabiskan 2,3% PDB global (USD2,7 triliun) per tahun pada 2030. Negara-negara berkembang dapat mengalami kehilangan PDB hingga 10% per tahun.

“Ini adalah estimasi konservatif karena tidak memperhitungkan kerugian tidak langsung di semua sektor dan negara,” jelas Elena.

Sementara itu Martinus Nata, pakar ESG Financing PT Surveyor Indonesia, menyatakan bahwa Sustainable Financing harus inklusif dan berlandaskan SDGs sehingga tidak ada satu aktor pun yang ditinggalkan.

“Keuangan berkelanjutan, disamping memperhatikan analisis risiko, tata kelola perusahaan, produk keuangan, strategi bisnis, dan transparansi, juga harus berlandaskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” tutur Nata.

Dialog kebijakan ini bermaksud untuk mendiskusikan risiko sistemik yang dihadapi Indonesia terkait dampak lingkungan dan sosial serta bagaimana agenda ini dapat diselaraskan dengan upaya memperkuat tata kelola sumber daya alam, meminimalkan kerugian negara, dan memberantas korupsi serta kebijakan yang efektif untuk mengurangi risiko sistemik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI