Suara.com - Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi mengembangkan ekonomi syariah. Sayangnya, Indonesia saat ini masih tercatat sebagai konsumen, dan bukan sebagai produsen.
Namun, Indonesia tetap bertekad untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia, bahkan menjadi pusat industri halal di dunia.
Pemerintah bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pun memiliki sejumlah program prioritas untuk pengembangan ekosistem ekonomi syariah, salah satunya menguatkan rantai nilai halal (halal value chain) Indonesia.
Penguatan rantai nilai halal atau halal value chain (HVC) merupakan bagian dari strategi utama dalam mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Makmur, dan Madani dengan menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia.
Baca Juga: 9 Negara dengan Penduduk Muslim Terbesar di Dunia, Nomor 1 Indonesia
"Alhamdulillah dari 13 program prioritas telah netes istilahnya itu 10 program prioritas," ujar Direktur Bisnis dan Kewirausahaan KNEKS, Putu Rahwidhiyasa dalam diskusi Infobank di Jakarta, (24/11/2022).
Adapun program prioritas yang telah dilakukan KNEKS untuk mendukung penguatan halal value chain di Indonesia adalah mengembangkan sertifikasi produk halal.
Perusahaan tersertifikasi halal didominasi oleh sektor makanan sebesar 90% lebih dibanding sektor lainnya. Di samping itu, perusahaan tersertifikasi halal pada sektor farmasi dan sektor kosmetik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
"Terdapat empat fokus prioritas sertifikasi halal yang kita sebut zona kuliner halal aman dan sehat, salah satunya di Rasuna Garden food Street Jakarta," jelas Putu.
Sementara itu, Direktur Retail Banking Bank Syariah Indonesia (BSI), Ngatari, mengatakan bahwa Indonesia saat ini telah mewakili 11,34% dari pengeluaran ekonomi halal global dengan makanan menempatkan posisi terbesar belanja Indonesia yaitu sebesar USD135 miliar.
Baca Juga: Menunggu Kiprah Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Industri Halal
Menurutnya, dengan peluang yang ada, BSI mampu mengejar market capital (kapitalisasi pasar) menjadi peringkat 10 dari peringkat 14 dunia di tahun 2025.
"Kita ada potensi di 46% penduduk Indonesia yang preferensi syariah, Jadi ada 20,6% preferensi halal syariah dan 25,6% dari universalist preferensi fungsional dan sosial," kata Ngatari.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Financial Officer Prudential Syariah Paul Kartono menambahkan, Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbesar masih terbilang kecil dari segi aset keuangan syariah.
Ada beberapa tantangan dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air. Menurutnya, tantangan yang masih harus dihadapi oleh Indonesia untuk mengembangkan keuangan syariah yakni terkait dengan literasi sistem keuangan syariah yang berbeda dengan sistem keuangan konvensional.
Pasalnya, para praktisi dari sistem keuangan syariah masih membandingkan untuk menawarkan produknya dengan konvensional tapi tidak menjelaskan secara keseluruhan mengenai sistem syariah.
"Sebagai contoh bahwa pada saat menjual produk asuransi, yang ditawarkan adalah manajemen risiko asuransi sama dengan payung, setelah itu baru belakangan menjelaskan ada yang versi syariah, itu akan menjadi hambatan," pungkas dia.