Suara.com - Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prestyo Adi mengungkapkan saat ini harga beras terus mengalami kenaikan harga dalam kurun waktu empat bulan terakhir ini.
Dia menyebut kenaikan harga beras disebabkan karena telah memasuki masa tanam dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) sulit untuk menyerapnya dari petani.
"Kalau tidak bisa top up stok Bulog, sampai akhir tahun akan turun terus ke 342.801 ton. Dan ini sangat bahaya karena Bulog nggak akan bisa intervensi ketika terjadi suatu kondisi tertentu. Harga tinggi, atau ada kejadian luar biasa (KLB) seperti di Cianjur, kita nggak berharap," kata Arief saat Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (23/11/2022).
Apalagi kata dia kondisi ini diperparah dengan makin mahaknya harga gabah, sehingga makin menyulitkan penyerapan beras oleh Perum Bulog.
Baca Juga: Petani Tolak Rencana Impor Beras Bulog: Tolong Serap Hasil Panen Raya
"Seharusnya memang pengadaan itu dilakukan saat panen raya di semester-I. Kalau sekarang disuruh harus sereap 1,2 juta ton memang sulit. Harga gabah sekarang sudah di atas Rp5.000 per kg, ada yang di atas Rp5.500 per kg," ujarnya.
"Mulai dari GKP-nya, GKG, sampai dengan harga rata rata nasionalnya ini meningkat. Sehingga perlu kita sama sama diskusi bahwa hari ini stakeholder yang mengelola pangan ada kementan, badan pangan nasional, ID FOOD, bulog untuk meluruskan beberapa hal," tambahnya.
Arief menjabarkan, per 22 November 2022, stok beras Bulog sudah susut menjadi 594.856 ton. Padahal, tahun 2020 Bulog masih bisa menguasai stok beras 1,06 juta ton dan tahun 2021 sebanyak 1,20 juta ton per bulan November.
"Untuk menopang pengadaan stok, kami sudah membebaskan Bulog melakukan pembelian beras komersial. Supaya bisa membantu stok Bulog," katanya.