Bisnis Air Minum Galon Terlalu Untungkan Pengusaha dan Rugikan Masyarakat

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 23 November 2022 | 07:45 WIB
Bisnis Air Minum Galon Terlalu Untungkan Pengusaha dan Rugikan Masyarakat
Ilustrasi galon air isi ulang. [Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat ekonomi dari FE UI, Tjahjanto Budisatrio mengatakan, bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) galon di Indonesia sangat tidak sehat dan merugikan masyarakat.

Ia beralasan, konsumen tak pernah diberitahu, bahwa harga pertama pembelian galon yang dipatok sebesar rata-rata Rp55.000/galon itu ibarat kontrak jangka panjang. 

Secara tidak langsung, konsumen mau terikat untuk membeli produk satu merek, dan untuk pembelian selanjutnya mengeluarkan biaya antara Rp18.000-22.000/galon.

"Jadi, transaksi harga pertama itu dianggap beli putus, dengan tidak adanya jaminan galon yang dibeli juga dalam kondisi baru. Sistem ketergantungan yang sengaja dibangun untuk mengikat konsumen melalui pembelian galon secara beli putus, justru membuat pengusaha tidak akan rugi," ujar dia, Rabu (23/11/2022).

Baca Juga: IdeaFest 2022 Hadirkan Program Nexspace, Berikan Kesempatan Akselerasi Bisnis bagi Startup

Menurut dia, konsumen yang sudah beli galon bekas pakai bakal terikat dan bergantung, serta tak bisa pindah ke lain galon, karena galon yang sudah dibeli tak bisa ditukar dengan galon merek lain.

“Faktanya, uang yang sudah tertanam tersebut sudah menjadi keuntungan tersendiri bagi produsen. Konsumen sudah bayar di muka, tapi kenyataannya yang didapatkan bukan galon baru, tapi galon lama,” ujarnya.

Keuntungan lain yang diraup pengusaha AMDK galon lainnya yaitu konsumen mendapatkan galon baru pada pembelian perdana, tapi begitu nantinya ditukar dengan galon yang sudah diisi kembali, justru mendapatkan galon yang diproduksi bertahun-tahun lalu.

"Jadi pembeli jelas dirugikan. Bisa dibilang, sistem ini merugikan konsumen,” katanya. “Belum ada orang yang bicara soal ini, karena banyak yang belum sadar,” katanya.

Sebelumnya, Budisatrio juga mengungkapkan dari sisi kompetisi bisnis, persaingan usaha yang ada juga menjadi kurang sehat karena ada barriers to entry ke dalam pasar.

Baca Juga: Tajir Melintir, Ternyata 10 Artis Cantik Ini Punya Bisnis Perhiasan

“Kalau ada barriers to entry, tentu saja sudah ada suatu rintangan, yang artinya pasar ini menjadi sudah tidak lagi perfect competition tapi imperfect competition," katanya.

Dia mencontohkan kalau masyarakat membeli galon A, dan ternyata galon A tidak ada di toko, pembeli harus membawa pulang galon kosong itu. Galon merek A tidak bisa ditukar dengan merek galon B.

Sehingga bisa diartikan, ini adalah kontrak jangka panjang yang disadari atau tidak, terbentuk dari sistem yang ada saat ini.

“Jadi, otomatis di-lock in (pelanggan dikunci). Switching cost-nya (biaya ganti galon ke merek lain) jadi mahal. Ada lock in dan ada switching cost. Inilah yang membuat sebuah barrier.”

Budisatrio menegaskan produsen yang berhasil melakukan lock in secara kuantitas, maka otomatis menjadi sangat dominan dalam pasar.

Sementara itu, anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tubagus Haryo juga mengingatkan produsen galon AMDK agar bersikap terbuka kepada publik di Indonesia.

“Konsumen harus mendapat informasi apakah galon yang digunakan isinya, termasuk segel, benar-benar baru dan asli. Produsen dan distributor seharusnya memberikan informasi sejelas mungkin seputar galon AMDK, agar konsumen mendapatkan haknya dengan benar," kata dia, dikutip dari Antara.

Tubagus mendesak agar produsen galon AMDK melakukan inspeksi secara berkala pada galon-galon yang ada di distributor, agen atau di pasaran untuk menghindari adanya penyimpangan.

”Inspeksi ini bisa ditindaklanjuti dengan melakukan pembaruan galon-galon bekas pakai, jika memang sudah tidak layak pakai,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI