Dualisme Pengawasan Kripto Bappebti dan OJK Bikin Investasi Terhambat

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 22 November 2022 | 21:00 WIB
Dualisme Pengawasan Kripto Bappebti dan OJK Bikin Investasi Terhambat
ilustrasi koin kripto. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mempertanyakan kejelasan pengawasan kripto dalam RUU P2SK.

"Apakah mungkin dua lembaga yang satu mengawasi proses pengembangan (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti) tapi dihilirnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," katanya dalam Focus Group Discussion Fraksi PKS DPR RI terkait RUU P2SK pada Selasa (22/11/2022).

Ia menjelaskan, saat ini sejatinya sudah ada perkembangan yang cukup baik dengan aset kripto masuk dalam Inovasi Teknologi Sektor Keuangan pada RUU P2SK, namun langkah ini masih menyisakan masalah.

Hal itu karena menurutnya selama ini yang bertanggung jawab untuk mengawasi segala proses aset kripto adalah Bappebti, namun ternyata akan diambil alih oleh OJK.

Baca Juga: Makin Parah, Aset Ethereum FTX Senilai Rp4,2 Triliun Hilang

Oleh sebab itu, Tauhid menegaskan perlu ada kejelasan mengenai pihak yang akan mengawasi pengembangan dan proses aset kripto baik antara OJK, Bappebti atau Bank Indonesia (BI).

Menurutnya, pihak yang akan dipilih harus merupakan institusi yang memang mampu dan paham untuk mengawasi aset kripto dari hulu ke hilir.

Jika yang dipilih ternyata Bappebti maka sebaiknya tugas dan tanggung jawabnya harus tercantum dalam RUU P2SK sehingga tidak menimbulkan kerancuan antarinstitusi.

"Kita harus letakkan pada satu institusi yang memang mengawasi dari hulu ke hilir dan mereka paham di mana masalahnya," ujar dia, dikutip dari Antara.

Tak hanya itu, ia turut mengingatkan terkait rencana bank sentral yang akan mendirikan central bank digital currency.

Baca Juga: Investor dan Trader Indonesia Bisa 'Penyelamat' Kripto dari Kehancuran

"Kita tahu ke depan soal digital currency itu belum masuk dalam UU ini, padahal itu sudah menjadi pembicaraan serius," katanya.

Ia menjelaskan, seharusnya langkah bank sentral ini perlu dibahas lebih detail agar jangan sampai ini berdiri namun justru melemahkan sistem pembayaran.

"Kita harus mewaspadai jangan sampai aset kripto dan sebagainya menjadi sistem pembayaran yang jauh lebih kuat dari lainnya," pungkasTauhid.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI