Suara.com - Saat para pemimpin dunia bersiap untuk menghadiri pertemuan G20 di Bali, Indonesia, pada 15-16 November 2022, beberapa kasus krisis kelaparan semakin parah dari hari ke hari, dan anak perempuan menjadi yang paling terdampak. Plan International, organisasi pembangunan dan kemanusiaan independen yang bertujuan memajukan hak-hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan, menyerukan kepada negara-negara anggota G20 untuk menyadari bahwa krisis kelaparan membutuhkan perhatian segera, dan memastikan kerawanan pangan tidak terjadi lagi
Mengutip keterangan tertulis, disebutkan bahwa perempuan dan anak perempuan menyumbang 70 persen dari kelaparan dunia. Mereka menjadi yang paling terpengaruh oleh kekurangan makanan, karena anak perempuan sering makan yang paling sedikit dan yang terakhir.
Mereka tidak hanya memiliki lebih sedikit akses dalam mendapatkan makanan, tetapi juga rentan menjadi pekerja anak, terjebak dalam perkawinan anak dan perkawinan paksa, serta dieksploitasi secara seksual.
Indonesia sebagai salah satu negara G20, yang pada 15-16 November 2022 ini bertindak sebagai tuan rumah Forum G20, telah melakukan berbagai hal untuk mengatasi masalah kelaparan. Namun, upaya lebih lanjut perlu untuk diambil. Tingkat kelaparan Indonesia menurut Global Hunger Index (GHI) menempati urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021, setelah Timor Leste dan Laos.
Baca Juga: Bertemu Xi Jinping, Biden Tekankan Ingin Hindari Konflik dengan China
Tingkat kelaparan di Indonesia berbanding lurus dengan prevalensi angka stunting di negeri ini. Bank Pembangunan Asia melaporkan prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun (balita) Indonesia mencapai 31,8 persen dan merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara (2020).
Tingginya prevalensi ini berkaitan dengan masih perlunya upaya lebih keras untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi anak dan kaum muda perempuan, ibu hamil dan menyusui, dan penduduk lanjut usia, yang merupakan kelompok masyarakat paling rentan kekurangan makanan.
Berbagai komunitas sedang berupaya semaksimal mungkin untuk mendukung satu sama lain. Namun, skala dari krisis ini begitu besar dan membutuhkan bantuan mendesak dari pihak internasional.
Kombinasi dari berbagai krisis, termasuk konflik di Ukraina, darurat iklim, dan krisis ekonomi dampak COVID-19, menunjukkan bahwa kelaparan adalah ancaman nyata bagi lima juta anak-anak yang berisiko meninggal dunia akibat kekurangan gizi.
Dari Sudan Selatan hingga ke Haiti, Plan International bersama lembaga-lembaga kemanusiaan lain hadir di berbagai negara paling paling terdampak untuk membantu pemerintah mengatasi krisis pangan dunia.
Baca Juga: Rusia Tegaskan Kabar Menlu Sergey Lavrov Masuk RS Adalah Hoax
Plan Internasional pun telah menetapkan lima desakan utama kepada negara-negara anggota G20, sebagai berikut:
- Segera mengeluarkan dana darurat untuk menyelamatkan jutaan nyawa. Pendanaan harus responsif gender, tersedia atas dasar "tanpa penyesalan" untuk mencegah hilangnya banyak nyawa. Semua donor harus menyumbangkan bagiannya secara adil, tanpa mengalihkan sumber daya dari pemenuhan untuk kebutuhan kemanusiaan lainnya yang mendesak.
- Memprioritaskan kebutuhan perempuan dan anak-anak, terutama anak perempuan. Hal ini termasuk pemberian makanan di sekolah untuk membantu anak-anak dan kaum muda tetap bersekolah, serta program-program perlindungan untuk membantu mengatasi pelanggaran terhadap hak-hak anak seperti perkawinan anak.
- Meningkatkan upaya untuk mengatasi penyebab krisis kelaparan, termasuk, konflik, krisis ekonomi, dan perubahan iklim.
- Memperkuat ketahanan untuk mengantisipasi, beradaptasi, dan bertransformasi dalam menghadapi tekanan yang berkontribusi pada kerawanan pangan.
- Memastikan akuntabilitas atas upaya mengatasi krisis kelaparan, termasuk melalui pelaporan yang jelas dan transparan tentang komitmen dan pencairan dana, mendukung mitra lokal, dan berkonsultasi dengan masyarakat yang terdampak, termasuk kaum muda.