Suara.com - Eropa diprediksi mengalami pelemahan ekonomi denan skala sedang hingga ekstrem hingga berbulan-bulan selama musim dingin akibat krisis energi dan inflasi tinggi.
"Jika kita melihat indikator frekuensi tinggi dan sentimen ekonomi, kita melihat bahwa banyak hal menunjukkan kontraksi dalam kegiatan ekonomi musim dingin ini," kata Komisaris Ekonomi Eropa Paolo Gentiloni, pada Senin (7/11/2022) lalu.
Presiden Eurogroup, Paschal Donohoe menyebut, semua orang menyadari pertumbuhan ekonomi di benua biru yang kian melemah. Pada Oktober, ekonomi kawasan tersebut hanya 0,5 persen.
Para menteri keuangan, yang mewakili 19 negara kawasan euro, bertemu di Brussels pada Senin (7/11/2022) untuk membahas perkembangan ekonomi zona euro, serta langkah-langkah anggaran untuk mengurangi dampak dari harga energi yang tinggi.
Baca Juga: Krisis Lebanon: Otoritas Tak Kunjung Temukan Solusi, Kripto Jadi Primadona
Mereka memperkirakan, pemerintah sejumlah negara di Eropa secara kolektif menghabiskan sekitar 200 miliar euro, atau 1,25 persen dari produk domestik bruto (PDB) Uni Eropa untuk dukungan energi tahun ini.
Gentiloni mengatakan sekitar 70 persen dari langkah-langkah dukungan yang diadopsi oleh negara-negara anggota sejauh ini tidak ditargetkan, yang berarti "mereka menguntungkan semua, atau bagian yang sangat besar, dari populasi."
"Tentu kami menyadari bahwa penargetan tidak selalu mudah, secara politik dan teknis, terutama jika Anda harus bereaksi sangat cepat. Ini juga mengapa kami berharap langkah-langkah penargetan ini dapat ditingkatkan dalam beberapa bulan mendatang," ujar dia.
Menurut dia, para menteri memperhatikan tantangan dari dukungan yang signifikan dan secara efektif mengelola trade-off antara pengurangan inflasi, sambil mendukung rumah tangga yang rentan dan daya saing internasional kawasan euro.
Sementara, kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih baik dibandingkan Eropa di tengah ketidakpastian global dan ancaman resesi pada 2023. Meksi demikian, Indonesia tidak boleh lengah dengan adanya potensi resesi yang mungkin berdampak dalam jangka panjang.
Baca Juga: Bitcoin Jadi Penyelamat Warga Lebanon di Tengah Krisis