Suara.com - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, cadangan devisa Indonesia turun sedikit pada akhir Oktober 2022. Dari awalnya sebesar 130,2 miliar dolar AS pada akhir September lalu jadi 130,8 miliar dolar AS.
Penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Direktur Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 5,8 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Menurut BI, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Baca Juga: 9 Pemimpin Baru Bank Indonesia Resmi Ditetapkan, Gubernur Beri Wejangan Makna Amanah
Bank Indonesia menganggap cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini belum menguat lantaran dolar Amerika Serikat (AS) masih sangat tinggi serta kondisi global masih tidak menentu.
BI mencatat nilai tukar rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen dibandingkan dengan level akhir 2021.
"Namun tekanan rupiah ini bukanlah faktor fundamental, tekanan rupiah karena kondisi global serta dolar AS yang menguat sangat tinggi," tegas Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Oktober 2022 dengan Cakupan Triwulanan pada Kamis (20/10/2022) lalu.
Ia menuturkan, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai level tertinggi 114,76 pada tanggal 28 September 2022 dan tercatat di level 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau mengalami penguatan sebesar 18,1 persen selama tahun 2022.
Baca Juga: Bank Indonesia Tunjuk 9 Pimpinan Baru, dari Satker hingga Ahli Dewan Gubernur
Perry juga mengungkapkan, penghitungan sejak pertengahan 2021 silam, penguatan dolar AS lebih tinggi lagi, yakni di atas 20 persen atau hampir 25 persen, sehingga menyebabkan pelemahan mata uang dunia termasuk negara pasar berkembang dan Indonesia,