Suara.com - Rontoknya investasi perusahaan teknologi digital ditambah kemelut resesi global yang diprediksi terjadi pada tahun depan, tak membuat Indonesia dan kawasan ASEAN kehilangan momentum pertumbuhan.
Pasalnya, kondisi tremor itu merupakan konsekuensi wajar dari situasi global hari ini, tetapi katalis pertumbuhan masih cukup banyak untuk Indonesia dan ASEAN.
Hal itu diungkapkan konglomerat tanah air yang juga Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady saat menghadiri Cathay Forum ke 9 di Singapura. Ia menyebut, saat ini bubble startup sebagai fenomena wajar agar aliran investasi seiring sejalan dengan pengembangan pasar secara riil.
John mengatakan, fenomena ini akan menguji sekian banyak perusahaan teknologi digital yang relevan bagi pasar, serta memvalidasi valuasi.
Menurutnya, hal tersebut akan memberikan imbas positif bagi berbagai inovasi dan solusi bagi masyarakat menyongsong era digital lebih lanjut ke depan.
Sementara terkait dengan potensi resesi yang menjelang, John menilai kondisi Indonesia dan kawasan ASEAN masih memiliki kekuatan guna meredam dampak terburuknya.
Sewaktu perdagangan internasioal lesu akibat kontraksi perekonomian yang terjadi di negara-negara besar, Indonesia dan negara kawasan Asean masih bisa mengandalkan pasar domestik maupun regional.
"Persoalan utama memang masih menghantui, seperti terganggunya rantai pasok global, berimbas kepada aliran bahan baku maupun sektor energi. Namun dari perkiraan berbagai lembaga global, Indonesia dan kawasan ASEAN masih jauh lebih baik," kata John dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Sementara di sisi lain, dia meyakini ASEAN ke depan akan jauh lebih berkembang. Saat ini saja, jelas John, ASEAN merupakan kawasan ekonomi terpadat ketiga di dunia, dengan tingkat pertumbuhan nomor tiga setelah China dan India.
Baca Juga: Indonesia Berharap Pada Ekonomi Digital di Tengah Ancaman Resesi
Sejalan dengan itu, berdasarkan riset IMF bersama Standard Chartered pada 2030, Indonesia akan menjadi negara peringkat empat PDB terbesar di dunia yang mencapai US$10,1 triliun. Indonesia membuntuti posisi China, India, dan Amerika Serikat.