Kemendag Larang Iklan Obat Sirup yang Tercemar Etilen Glikol Dipajang di e-Commerce

Jum'at, 04 November 2022 | 17:16 WIB
Kemendag Larang Iklan Obat Sirup yang Tercemar Etilen Glikol Dipajang di e-Commerce
Dokter mengecek kondisi pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/10/2022). [ANTARA FOTO/Ampelsa/hp].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta asosiasi perusahaan farmasi dan apotek, serta distributor di bidang obat-obatan dan asosiasi penjualan online (idEA) untuk menyetop penjualan obat yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.

Termasuk, menurunkan iklan penjualan obat-obat sirup yang dilarang di situs e-commerce.

"Kementerian Perdagangan telah meminta IdEA untuk menurunkan konten terhadap 81 tautan pada lokapasar dan perdagangan elektronik yang memperdagangkan obat sirup yang dilarang," ujar Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Selain obat, Veri juga meminta, penurunan iklan pada produk dry shampoo yang tidak memiliki izin edar di Indonesia.

Baca Juga: Kemendag Berencana Larang Importasi Bahan Baku Obat Propilen Glikol dan Polietilen Glikol

"Produk dry shampoo di Amerika Serikat kini juga tengah diberitakan mengandung senyawa benzena dan berpotensi menyebabkan kanker," ucap dia.

Veri juga meminta pelaku usaha, baik produsen maupun asosiasi perusahaan farmasi, untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan.

"Demikian halnya dengan asosiasi penjualan secara daring (online) agar ikut berperan aktif dalam mengawasi dan melakukan tindakan penurunan konten penjualan obat yang dinyatakan dilarang oleh pemerintah," kata dia.

Sebagai informasi, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (3) menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap.

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Baca Juga: Keras! DPR Minta Kepala BPOM Penny Lukito Dipecat Buntut Kematian 143 Anak Akibat Gagal Ginjal Akut

Seluruh pemangku kepentingan, khususnya produsen obat wajib mengantisipasi terjadinya kelangkaan serta mahalnya sediaan obat/farmasi dengan tetap memproduksi dan menjual obat yang sesuai dengan standar obat yang telah ditentukan.

"Produsen obat dan farmasi wajib menyediakan serta mengaktifkan hotline layanan konsumen. Kami berharap peran aktif produsen dalam memitigasi, mengidentifikasi, dan mengecek produk secara berkala serta melakukan penarikan produk dari peredaran apabila produk terindikasi adanya cemaran atau kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI