Suara.com - Sederet krisis dalam beberapa tahun ke belakang mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Baru-baru ini, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis points (bps) ke kisaran 3-3.25% pada September silam.
Kebijakan moneter ini berdampak pada biaya pinjaman meningkat tajam untuk rumah tangga dan bisnis. Efek berganda dari kebijakan ini juga berimbas pada nilai tukar dollar sehingga dapat berpengaruh pada perekonomian global.
Namun optimisme selamat dari gempuran ancaman resesi ini muncul dari pemerintah Indonesia. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan ketahanan eksternal Indonesia saat ini masih cukup baik.
"Indonesia faktor eksternal masih sangat kuat sehingga Indonesia tidak termasuk dalam rentang terhadap masalah keuangan. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di antara Negara G20 nomor dua tertinggi setelah Saudi Arabia dari faktor eksternal aman," kata Airlangga.
Baca Juga: Ancaman Resesi 2023, TPFx Indonesia Luncurkan Trading Central Alpha Generation
Menurut Airlangga Hartarto ekonomi Indonesia didukung oleh perkembangan ekonomi digital yang selama ini menunjukkan kinerja positif. Nilai ekonomi digital Indonesia selama 2021 tercatat sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 70 miliar dollar AS. Nilai ini diperkirakan mampu mencapai 146 miliar dollar AS pada 2025. Selain itu, 40 persen pangsa pasar ekonomi internet Asia Tenggara berada di Indonesia.
Kinerja positif ini sejalan dengan rilisan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan platform e-dagang (e-commerce) menjadi salah satu dari empat sektor prospektif untuk berinvestasi di Indonesia.
Namun, penyedia layanan e-commerce perlu beradaptasi untuk menunjukkan kinerja bisnis agar tetap mendapatkan kepercayaan para pemilik modal. Belum lama, perusahaan rintisan besutan grup Djarum, PT Global Digital Niaga Tbk (Blibli) mengumumkan rencananya untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Mengusung ekosistem omnichannel terintegrasi bersama anak usahanya, tiket.com yang merupakan pionir agen perjalanan online (Online Travel Agent/OTA) di Indonesia, dan Ranch Market sebagai jaringan supermarket terkemuka, Blibli optimis memberikan dampak signifikan bagi perekonomian tanah air lewat sektor digital.
Rencana Blibli melantai tentu bukan tanpa fundamental yang kuat. Blibli fokus pada model bisnis Business to Consumer (B2C) yang mana memiliki margin usaha lebih tebal dibandingkan model Consumer
to Consumer (C2C). Selain itu dari sisi kinerja, Blibli mampu mencatatkan pertumbuhan total processing value (TPV) sebesar 89,29% secara tahunan atau Rp 24,13 triliun pada semester I-2022.
Baca Juga: Sri Mulyani Sampaikan Ancaman Resesi di 2023 Mendatang
Chief Financial Officer Blilbi Hendry mengatakan, Blibli punya empat segmen dalam pembagian TPV. Pertama, 1P retail. Di sini Blibli menawarkan produk sendiri sehingga Blibli punya kontrol penuh atas harga dan margin.
Kedua, 3P retail. Pada segmen ini, Blibli menjalin kerja sama dengan brand principal dan menjual ke pihak ketiga dalam menawarkan produk. Dia bilang, sekitar 50% dari segmen ini berasal dari perjalanan gaya hidup dan perjalanan tiket.com.
Segmen ketiga, institusi dan keempat, dari gerai fisik. Sekadar informasi, segmen gerai fisik ini baru dimulai pada Maret 2021 dengan membuka toko fisik, baru dilanjutkan akuisisi PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) atau Ranch Market.
CEO & Co-Founder Blibli, Kusumo Martanto menyebutkan Ekosistem Blibli menyinergikan tiga platform unggulan, yaitu commerce (Blibli); online travel agent (OTA) dan gaya hidup (tiket.com); serta high quality supermarket chain terkemuka (Ranch Market).
“Dengan demikian, Blibli dapat senantiasa fokus membangun kepercayaan, memberikan kemudahan dan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan, serta menyediakan layanan yang lebih lengkap, bermanfaat dan terintegrasi dari tiap channel dan platform di dalam ekosistem,” ujar Kusumo.
Senada, menurut temuan Frost & Sullivan dan Euromonitor pada 2022, jumlah potensi pasar (total addressable market/TAM) industri e-commerce Indonesia pada 2025 diproyeksikan bertumbuh hingga 436 miliar dollar AS yang terdiri dari 150 miliar dollar AS dari ekosistem perdagangan (commerce), 41 miliar dollar AS dari sektor travel dan lifestyle, serta 245 miliar dollar AS dari kebutuhan sehari-hari (e-groceries). Potensi tersebut menjadi prospek cerah bagi ekosistem Blibli.
Mendorong Kepercayaan Iklim Investasi Dalam Negeri Blibli menawarkan sebanyak-banyaknya sebesar 17.751.205.900 saham baru yang merupakan Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 250,00 setiap saham atau sebanyak-banyaknya sebesar 15,00 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah Penawaran Umum Saham Perdana yang dikeluarkan dari portepel Blibli dan ditawarkan kepada masyarakat, dengan rentang harga penawaran sebesar Rp 410,00 hingga Rp 460,00 setiap saham.
Adapun dana hasil IPO yang diperkirakan sebanyak-banyaknya Rp 8,1 triliun akan digunakan sebagian untuk pembayaran saldo utang fasilitas, dan sisanya akan dialokasikan sebagai modal kerja dalam mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha.
Menurut Kusumo, dalam proses Initial Public Offering (IPO) ini, semua saham yang ditawarkan adalah saham baru yang aksi korporasi ini bukanlah sebuah exit strategy, melainkan membuka peluang bermitra dengan pemegang saham publik untuk berbagi atau “share the upside” Blibli ke depannya.
“Dengan ekosistem yang solid dan terintegrasi kami optimis dapat menciptakan bisnis yang berkelanjutan lewat serapan pasar secara optimal. Kapabilitas Blibli mendorong bisnis yang sehat diharapkan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap pelaku bisnis di Indonesia,” pungkas Kusumo.