Suara.com - Investor diprediksi bakal lebih selektif dalam mengeluarkan uang mereka untuk perusahaan rintisan berbasis teknologi atau start up pada 2023 mendatang karena risiko pelemahan ekonomi global.
“Minat investasi pada start up masih ada karena likuiditas investor masih cukup banyak, baik investor domestik maupun asing, tapi kita akan menjadi lebih selektif,” kata Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro dalam media briefing terkait Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PSK) pada Kamis (27/10/2022).
Menurut dia, beberapa investor mengalami peningkatan cost of capital untuk berinvestasi pada start up, karena terdapat instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan, sehingga mereka akan lebih selektif.
Sementara, investor lainnya memilih wait and see karena resesi perekonomian global berpotensi membuat valuasi suatu start up menurun sehingga mereka akan menunggu sampai valuasinya menjadi lebih tinggi.
Baca Juga: Telkomsel Perkuat Fundamental Startup Digital Melalui Nextdev 2022 di Medan
Meski startup masih menarik minat investor secara umum, namun tekanan resesi dan pelemahan ekonomi global sedikit meningkatkan sikap pesimis.
Namun demikian, sejumlah sektor diperkirakan dapat bertahan di tengah resesi ekonomi global, seperti sektor keuangan, agrikultur, jasa pengantar makanan, dan kesehatan.
“Ada beberapa sektor yang akan kurang diminati, seperti e-commerce, terutama mereka yang menjual barang-barang yang kurang esensial di tengah resesi,” kata dia, dikutip dari Antara.
Ia memperkirakan investasi pada start up di Indonesia akan tetap berlanjut, terutama yang dilakukan early stage capital investor, karena pertumbuhan ekonomi Inodnesia diprediksi tetap tumbuh 5 persen atau lebih baik dibandingkan negara-negara lain.
“Sementara investor di expansion dan late stage capital mungkin akan lebih selektif berinvestasi karena mereka memerlukan setidaknya 5 sampai 10 juta dolar AS untuk investasi,” pungkasnya.