Suara.com - Kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM membuat kementerian tersebut membentuk Tim Independen terkait.
“Keluarga korban membuka kembali kasus pelecehan seksual dengan melaporkan kembali kasusnya ke LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) dan Ombudsman. Untuk itu, KemenkopUKM bergerak cepat membentuk Tim Independen sebagai upaya penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan Kemenkop-UKM,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat menggelar konferensi pers usai bertemu dengan keluarga korban, pendamping dan Aktivis Perempuan di kantor Kemenkop, Selasa (25/10/2022).
Pada 2019 silam, kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kementerian tersebut segera ditindaklanjuti kepolisian dan empat terduga diamankan karena melakukan pelecehan seksual.
Namun, kasus itu dihentikan lantaran penyidik mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 3 setelah pihak keluarga korban dan para pelaku diduga bersepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dengan menikahkan salah satu pelaku dengan korban.
Baca Juga: 4 Bukti Brigadir J Lakukan Pelecehan ke Putri Candrawathi
KemenkopUKM diklaim sudah memberikan sanksi pemecatan kepada dua pegawai honorer dan sanksi berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun dari kelas jabatan 7 menjadi kelas jabatan 3 kepada dua orang PNS.
Kasus Kembali Dibuka
Kasus ini lantas dibuka kembali dan kini Kemenkop mengakomodir kepentingan korban dengan membentuk Tim Independen dengan dua tugas utama, yaitu mencari fakta dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus kekerasan seksual maksimal satu bulan.
“Tugas lainnya adalah merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual Kemenkop-UKM selama jangka waktu tiga bulan,” kata Teten.
Tim Independen terdiri dari unsur Kemenkop yang diwakili Staf Khusus Menkop Bidang Ekonomi Kerakyatan Riza Damanik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Aktivis Perempuan Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Ratna Bataramunti.
Teten menyatakan bahwa audiensi bersama aktivis perempuan itu menjadi pertemuan yang sangat produktif untuk mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual.
"Kemenkop tidak mentolerir praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi azas keadilan, segera kami tindak lanjuti," ucapnya.
Menkop berkomitmen menerapkan standar baku penanganan kasus terkait kekerasan seksual dan mengupayakan pembentukan sistem penanganan yang lebih baik terutama untuk korban, mulai dari pendampingan fisik dan mental hingga konseling.
“Kasus ini sekaligus menjadi momentum untuk kami menyiapkan SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Saya sudah bertemu keluarga korban dan kita akan mengakomodir tuntutan dari keluarga korban," pungkasnya.
Pihaknya dipastikan siap memberikan data pendukung yang diperlukan dan berkoordinasi dengan tim independen, sehingga perlindungan keluarga korban di kementerian dipastikan terjamin dan tidak ada intimidasi apapun.