“Pertanyaannya jika harga CPO di pasar internasional kembali naik secara signifikan, maka risiko masalah krisis minyak goreng bisa berulang,” ujar Bhima.
Kedua, ketidakmampuan pengambil kebijakan dalam mengendalikan pasokan CPO untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri. Indonesia sebagai produsen sawit terbesar—pada 2021 produksi CPO sebesar 46,8 juta ton—kebutuhan dalam negeri hanya mencapai 6-7 juta ton atau 14,9 persen dari total produksi.
Idealnya, kebutuhan dalam negeri yang relatif kecil mampu diatur oleh Kementerian Perdagangan.
“Ketika harga CPO di pasar internasional naik tinggi, Kementerian Perdagangan tidak melakukan upaya serius dalam menjaga ketersediaan pasokan CPO khususnya untuk industri minyak goreng,” ujar Bhima.
Selanjutnya ketiga, tidak tersedianya data produksi dan konsumsi minyak goreng yang akurat. Tidak adanya akurasi data dalam mengurai sumbatan pada rantai pasok minyak goreng menimbulkan kebijakan yang tidak tepat sasaran.