Suara.com - Kemudahan berbelanja yang tak mengharuskan datang langsung ke toko, alias belanja online, disukai karena membawa banyak manfaat. Selain menghemat waktu dan tenaga, banyak pula diskon yang ditawarkan penjual.
Meski demikian di balik itu, ada potensi pemborosan apabila tak berhasil mengontrol tabiat belanja online tersebut.
Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Sulawesi Selatan Syamsu Rizal mengatakan hasil survei We are Social Hootsuite per April 2021, disebutkan bahwa 88,1 % pengguna internet di Indonesia menggunakan layanan e-commerce atau lokapasar untuk berbelanja barang. Posisi tersebut menduduki peringkat satu dunia.
Berdasar survei Bank Indonesia pula, volume transaksi digital terus berkembang sebesar 42,47 % setiap tahunnya. Minat berbelanja masyarakat secara daring meningkat di masa pandemi Covid-19 di awal 2020.
Baca Juga: Anak Muda Perlu Melek Keuangan dengan Melakukan 3 Hal Penting Ini!
“Lantaran kemudahan yang ditawarkan saat berbelanja online, seperti godaan diskon, seringkali konsumen membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Ini akan menimbulkan pemborosan,” kata Syamsu dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Jangan Boros! Tahan Godaan dan Hindari Gelap Mata Saat Berbelanja Online!" ditulis, Senin (24/10/2022).
Sementara itu, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UNITRI Malang Asfira Rachmad Rinata mengatakan potensi kecanduan berbelanja online disebabkan promosi gencar dengan godaan diskon membuat konsumen tertarik untuk membeli.
Hal lainnya adalah kenyamanan dan kemudahan akses dalam berbelanja merangsang seseorang untuk mudah sekali membeli barang. Padahal, di balik itu ada dampak yang kurang bagus, baik untuk keuangan maupun kesehatan mental.
“Selain menimbulkan perilaku konsumtif, kecanduan belanja online bisa menimbulkan gangguan mental karena ada di tahapan mindset bahwa berbelanja adalah sumber kebahagiaan. Dari sisi keuangan, kecanduan ini bisa memicu timbul utang dan pengeluaran berlebihan,” ujar Asfira.
Sedangkan Dosen FIKOM Universitas Pancasila Diana Anggraeni menambahkan, kecanduan berbelanja online yang juga melanda generasi muda sekarang ini disebabkan minimnya pemahaman tentang konsep keuangan, seperti pengelolaan, investasi, dan kebutuhan dana darurat.
Baca Juga: Holding Ultra Mikro Bawa Misi Bebaskan Pelaku Usaha dari Jerat Rentenir
"Apalagi, ada pola pikir generasi muda yang suka menunda berinvestasi atau menabung dengan sikap yang menggampangkan hidup," kata Diana.
Oleh karena itu, lanjut Diana, dibutuhkan tips dan trik mengelola keuangan secara digital. Hal yang paling mudah dilakukan adalah dengan membatasi anggaran untuk berbelanja online. Lalu, harus bisa memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Hindari fitur pay later agar tidak terjebak pada hutang.
"Yang terpenting adalah rajin mengevaluasi pengeluaran setiap bulan untuk tahu porsi kebutuhan yang sebenarnya," pungkasnya.