Suara.com - Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Filmon Warouw, pada acara Webinar Series #5 ASEAN Talk: “ASEAN, HAM, dan Kebebasan Berekspresi”.
“Sebagai negara hukum, Indonesia telah menjamin kebebasan berekspresi sejak awal kemerdekaan melalui UUD 1945 Amandemen ke-II, yaitu dalam Pasal 28 E ayat 2 dan 3,” jelasnya.
Pada tahun 2008 lalu, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang kemudian mengalami revisi di tahun 2016. Ia berharap jika UU ITE dapat menjaga ruang digital menjadi lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Baca Juga: TV Analog Dimatikan, Kualitas Internet di Pelosok Indonesia Dijanjikan Setara dengan Jakarta
Ia mengungkapkan jika selain Indonesia, negara-negara anggota ASEAN lainnya juga menghadapi tantangan dalam hal menjaga kebebasan berekspresi.
“ASEAN sebenarnya telah mengesahkan Deklarasi Hak Azasi Manusia pada 18 November 2012 lalu yang pada Pasal 23 dalam deklarasi tersebut mengatur tentang hak untuk menyatakan pendapat dan berekspresi. Namun, praktik atau implementasi kebebasan berpendapat dan berekspresi di beberapa negara anggota ASEAN memiliki perbedaaan yang cukup signifikan,” ungkapnya.
Ia berharap jika acara Webinar Series ASEAN Talk ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terkait hak dasar mengemukakan pendapat secara bijak serta memahami kondisi terkini terkait kebebasan berekspresi dalam skala yang lebih luas di kawasan ASEAN.
“Semoga kegiatan ini membawa manfaat yang besar dan positif bagi kita, masyarakat, dan negara.” tutup Filmon.
Sebelumnya, acara dibuka oleh Rektor Universitas Internasional Batam, Iskandar Itan, yang mengatakan bahwa negara harus turun tangan, hadir serta melindungi warga negaranya yang terdampak oleh hal-hal negatif yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi.
Baca Juga: Kominfo Ungkap Tantangan Penerapan Metaverse di Indonesia
“Harapannya, dengan acara Asean Talk webinar ini dapat membantu dan memberikan banyak informasi tentang kebebasan berekspresi yang tidak dianggap melanggar aturan serta bagaimana peran negara dan aparat saat terjadi pelanggaran yang membuat persoalan menjadi serius karena menyangkut kepentingan publik dan sebagainya,” kata Iskandar.
Mengawali sesi pertama, Deputi Direktur Bidang Kerja Sama Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri, Irwansyah Mukhlis, mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki jaminan dari kebebasan beropini atau berekspresi. Namun, kebebasan berekspresi juga perlu pembatasan yang sesuai dengan konteks nasional.
Ia berpendapat jika kebebasan berekspresi juga dijamin secara online dan offline. Bahkan menurutnya, kebebasan berekspresi offline harus diterapkan pula di online. Di dunia internasional sendiri sudah mulai dibentuk dua resolusi yaitu resolusi promotion di internet dan Rights to Privacy in Digital Age.
“Kita memajukan yang namanya kebebasan berekspresi tidak hanya di dalam negeri tapi juga di level ASEAN. Kita malakukannya di dua hal yakni melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).” ungkapnya.
Melanjutkan pembahasannya, ia menjelaskan jika kitalah yang dapat mendorong ASEAN untuk lebih terbuka di dalam kebebasan berekspresinya itu sendiri. Caranya dengan melakukan workshop, sosialisasi, peningkatan awareness, dan lainnya.
Pada sesi selanjutnya, Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kemkominfo, Josua Sitompul yang hadir secara online,mengatakatan bahwa kebebasan berekspresi bersifat subjektif dan merupakan topik yang bisa menjadi permasalahan kontroversial.
“Banyak bentuk dalam kebebasan berekspresi seperti verbal dan perbuatan. Selain itu, kebebasan berekspresi juga termasuk ke dalam beberapa aspek seperti freedom of speech, mencari informasi, menerima informasi, kebebasan memeluk dan menjalankan ibadah, serta kebebasan dalam berasosiasi. Hal-hal tersebut sangatlah luas dan kompleks,” kata Josua.
Mengenai legalitas konten, ia mengatakan bahwa ada yang harus diperiksa dari sisi konteks konten tersebut, misalnya siapa pembuat konten itu apakah orang tua, anak-anak, remaja, atau aparat penegak hukum.
Selain itu ada pula sisi hubungan anatara pembuat konten dan penerima konten, apa latar belakang munculnya konten yang dipermasalahkan, bagaimana konsekuensi yang timbul, serta media apa yang digunakan.
“Ada beberapa hal yang perlu dianalisa dalam sebuah konten dan dapat dikatakan legal jika gaya bahasa, seni, fakta serta pendapat semuanya sesuai dan secara keseluruhan ini harus dianalisa secara totalitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Dosen Senior Hukum, Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, Rina Shahriyani Shahrullah, menjelaskan jika negara memiliki tanggung jawab utama untuk memajukan (promote), melindungi (protect), menghormati (respect), dan memenuhi (fulfill) HAM.
Ia juga menambahkan jika selain negara, individu, organisasi atau bisnis juga memiliki tanggung jawab yang jelas untuk menghormati dan tidak melanggar HAM.
“Posisi negara sangatlah penting, tapi bukan berarti bahwa negara adalah satu-satunya yang memiliki tanggung jawab terhadap HAM. Karena individu, organisasi maupun bisnis memiliki tanggung hawab untuk menghormati dan tidak melanggar HAM,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan ada beberapa tantangan dalam penegakan HAM ASEAN seperti prinsip non-intervensi dan kedaulatan negara dalam the ASEAN Way, perbedaan sistem pemerintahan dan sistem hukum dan juga tidak adanya hukum formal dan peradilan HAM dalam pengambilan keputusan berdasarkan konsensus.
Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait hak dasar mengemukakan pendapat secara bijak, serta memahami kondisi terkini terkait kebebasan berekspresi dalam skala yang lebih luas di kawasan ASEAN.
Diikuti oleh pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum dari Batam.
Selain pemaparan materi, acara juga dimeriahkan oleh games dan sesi tanya jawab oleh para peserta yang hadir. Diselenggarakan secara luring di Universitas Internasional Batam, dan dapat disaksikan melalui aplikasi Zoom dan kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo.