Suara.com - Industri hijau adalah sebuah keharusan untuk mencapai industri berkelanjutan. Salah satu cara yang dilakukan adalah peningkatan efisiensi produksi dan sumber daya, pengembangan bahan baku ramah lingkungan (material hijau) dan produk hijau yang berdaya saing.
Percepatan implementasi industri hijau didorong melalui efisiensi energi dan pemanfaatan energi bersih serta energi baru dan terbarukan (EBT). Kemudian penurunan emisi gas rumah kaca, polusi dan limbah, efisiensi dan ketahanan air sektor industri, penerapan ekonomi sirkular dan 4R (reduce, reuse, recycle, dan recovery) serta peningkatan dan perluasan pekerjaan hijau.
Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo, mengatakan industri mendukung pemerintah menuju nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
"Kebijakan dari pemerintah itu sejalan juga dengan Kebijakan Danone, kami punya target NZE pada 2050, 10 tahun lebih lebih cepat daripada yang ditargetkan," ujarnya dalam Tempo Energy Day sesi II bertajuk Inisiatif Industri Dalam Implementasi Energy Hijau.
Baca Juga: Raih Dua Penghargaan! Dewan Energi NasionalNobatkan Jabar Daerah Pengembangan Energi Bersih
Karyanto menjelaskan alasan Danone mengejar NZE pada 2050 karena perusahaan menghasilkan karbondioksida dalam jumlah besar. Untuk itu ada lima upaya yang dilakukan untuk menuju nol emisi karbon.
Pertama, efisiensi energi.
"Ini yang harus dilakukan di semua aktivitas pabrik. Kami mulai mengganti mesin atau peralatan yang tidak ramah energi," kata dia.
Kedua, logistic optimization.
"Kami mengoptimalkan logistik, termasuk menghitung apakah harus membangun pabrik yang mendekati ke konsumen sehingga dampak gas CO2 bisa seminimal mungkin," tuturnya.
Baca Juga: Menuju KTT G20 Bali, Sederet Kendaraan Elektrifikasi Ini Hadir dengan Komitmen Energi Hijau
Ketiga, inovasi kemasan.
"Kemasan Danone itu kurang lebih sepertiga dari total emisi,” ujarnya. Keempat, akses ke renewable energy.
Kelima, carbon sequestration renewable energy certificate.
"Komitmen kami adalah ingin mempergunakan 100 persen dari renewable energy pada 2030," kata Karyanto.
Komitmen penurunan emisi karbon juga diungkapkan Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim. Dia menjelaskan perusahaan milik negara itu melakukan inisiatif lebih awal dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung.
Pembangkit akan dibangun di danau milik perusahaan dengan total kapasitas 80 megawatt (MW).
Rencana strategis lain yang disiapkan Krakatau, kata Silmy, adalah memproduksi produk dengan kandungan ramah lingkungan.
“Konsepnya adalah green steel, baja yang dihasilkan melalui proses dekarbonisasi,” ujarnya.
Langkah lain adalah pengembangan blue & green hydrogen. Menurut Silmy mengatakan potensi produksi blue & green hydrogen sangat terbuka untuk kawasan industry dan penyediaan energi bersih. Dia menambahkan, manajemen sudah menyusun peta jalan pengurangan emisi karbon secara bertahap.
Adapun GM Business Development and Investor Relation PT Pan Brothers Tbk, Satrio Boediarto, mengatakan perusahaan telah melakukan, efisiensi energi dan dekarbonisasi.
"Pada 2014, kami sudah membangun green office gedung baru di Boyolali, kemudian mengganti seluruh lampu TL yang ada di seluruh pabrik yakni 22 pabrik dengan LED," ujarnya.
Selain itu, kata Satrio, perusahaan melakukan penggantian mesin secara bertahap.
"Anak perusahaan yang bergerak di bidang teksil juga sudah memodernisasi dyeing mesin, dimana penggunaan air sedikit dan juga penggunaan energinya lebih efisien.”
Ada tiga tahap yang dilakukan perusahaan dalam pengembangan energi baru terbarukan. Pertama, revitalisasi mesin-mesin dengan menggunakan mesin yang lebih efisien. Kedua, pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle di perusahaan.
“Ketiga penggantian boiler dengan bahan bakar ramah lingkungan,” kata Budi.