Suara.com - Ada sejumlah pihak masih menganggap produk tembakau alternatif seperti vape menghasilkan asap seperti pada rokok. Padahal, hasil dari penggunaan produk tembakau alternatif yang merupakan pengembangan inovasi dan teknologi di industri tembakau ini bukanlah asap, melainkan uap (aerosol).
Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya menjelaskan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, menerapkan sistem pemanasan dalam penggunaannya dengan suhu yang terkontrol. Oleh sebab itu, hasil dari penggunaan produk tembakau alternatif berupa uap, bukan asap.
“Sangat disayangkan bahwa informasi yang beredar di publik selama ini tentang produk tembakau alternatif menghasilkan asap adalah suatu kekeliruan. Produk tembakau alternatif menghasilkan uap bukan asap yang memiliki risiko lebih rendah terhadap penggunanya,” kata Amaliya, dalam keteranganny dikutip Minggu (23/10/2022).
Hal ini justru bertolak belakang dengan asap rokok. Amaliya meneruskan asap rokok dihasilkan dari pembakaran pada suhu 600 derajat Celcius. Alhasil, dalam asap rokok mengandung berbagai senyawa berbahaya, salah satu di antaranya adalah TAR yang merupakan senyawa padat, solid berwarna kekuningan yang dapat memicu terjadinya penyakit kanker.
Baca Juga: Raup Pajak Tinggi, Tapi Industri Rokok Elektrik Masih Minim Kajian
Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR yang dihasilkan dari pembakaran rokok, mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Dari sekitar 7 ribu bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok, 2 ribu di antaranya terdapat pada TAR. Adapun menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, merokok berpotensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke sebanyak dua sampai empat kali.
“Dengan fakta ini, masyarakat diharapkan dapat mengetahui perbedaan antara uap produk tembakau alternatif yang jelas berbeda dengan asap rokok. Dengan penerapan sistem pemanasan yang dapat meminimalisasi risiko kesehatan akibat proses pembakaran, produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu opsi yang dikedepankan untuk membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya,” ucap Amaliya.
Menurut Amaliya sejumlah kajian ilmiah baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki pengurangan risiko produk hingga 90%-95% lebih rendah daripada rokok.
Atas dasar tersebut, sejumlah negara seperti Filipina baru-baru ini, serta Inggris, Korea Selatan, Jepang, hingga Selandia Baru mendukung penggunaan produk tembakau alternatif untuk menekan prevalensi merokok dan menjadikannya sebagai opsi beralih dari rokok.
Pemerintah Indonesia sudah seharusnya melakukan langkah serupa demi menurunkan angka perokok sekaligus menciptakan perbaikan kualitas kesehatan publik.
“Produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi komplementer sejalan dengan Upaya Berhenti Merokok yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Melihat bukti-bukti ilmiah yang ada, pemerintah harus memanfaatkan potensi dari produk ini dan mendukungnya melalui regulasi yang tepat dan dibedakan dari rokok,” ujar Amaliya.