Suara.com - Produsen obat sirup Termorex PT Konimex akan menarik seluruh produk mereka menyusul adanya cemaran etilen glikol pada produk tersebut yang ditemukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Chief Executive Officer PT Konimex, Rachmadi Joesoef mengatakan, penarikan dilakukan karena memahami langkah antisipatif yang diambil oleh pihak berwenang yakni BPOM.
"Saat ini kami tengah mempersiapkan langkah untuk melakukan penghentian produksi, distribusi dan penarikan kembali (recall) produk Termorex Sirup 60 ml dengan nomor batch: AUG22A06, sesuai surat edaran dari BPOM," kata Rachmadi Joesoef dalam keterangan resmi, Jumat (21/10/2022).
BPOM sebelumnya, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor R-PW.01.12.35.352.10.22.1698, perihal Penghentian Produksi, Distribusi, dan Penarikan Kembali (recall) Obat, tertanggal 17 Oktober 2022, diterima perseroan pada tanggal 20 Oktober 2022.
Joesoef menyampaikan, pihaknya akan menjamin keamanan dan kualitas bahan baku, proses produksi dan distribusi seluruh lini produknya sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), termasuk produk Termorex yang pertama kali diproduksi 34 tahun lalu.
"Begitu pula mematuhi segala kebijakan dan aturan yang ditetapkan pihak berwenang, guna memastikan semua lini produk aman," katanya.
BPOM sebelumnya, mengumumkan lima produk obat sirup di Indonesia yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melampaui ambang batas aman.
Dilansir dari laman resmi BPOM RI, www.pom.go.id di Jakarta, Kamis, salah satu dari produk itu adalah Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
Termorex dan empat obat lainnya seperti Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu) produksi PT Yarindo Farmatama, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam) yang merupakan produksi Universal Pharmaceutical Industries mengandung etilen glikol dan dietilen glikol.
Baca Juga: PT Konimex Akan Tarik dan Hentikan Produksi Termorex, Ini Alasannya
Kedua zat tersebut belakangan ini diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut yang menewaskan 99 orang anak di Indonesia.