Suara.com - Harga minyak dunia bergerak datar pada perdagangan hari Kamis karena kekhawatiran tentang inflasi yang meredam permintaan minyak.
Mengutip CNBC, Jumat (21/10/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup turun 3 sen menjadi USD92,38 per barel, demikian laporan.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman November, yang berakhir Kamis, menguat 43 sen menjadi USD85,98 per barel.
Sedangkan WTI untuk kontrak pengiriman Desember turun tipis 1 sen menjadi USD84,51 per barel.
Baca Juga: Joe Biden Bikin Harga Minyak Dunia Panas Lagi
Brent dan WTI sebelumnya melambung lebih dari USD2 per barel.
Untuk melawan inflasi, Federal Reserve berupaya memperlambat ekonomi dan akan terus menaikkan target suku bunga jangka pendeknya, kata Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker, Kamis.
Indeks Dolar AS (Indeks DXY) memangkas kerugian setelah komentar tersebut, membebani harga minyak. Dolar yang lebih kuat mengurangi permintaan minyak dengan membuatnya lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
"Harker mengatakan bahwa perang terhadap inflasi baru saja dimulai," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago.
Namun, mendukung harga, Beijing mempertimbangkan untuk memotong periode karantina bagi visitor menjadi tujuh hari dari 10 hari, Bloomberg News melaporkan pada Kamis, mengutip narasumber.
"Itu dilihat sebagai indikator permintaan yang positif bagi pasar," kata Bob Yawger, Direktur Mizuho di New York.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melorot, WTI Anjlok ke Level USD82/Barel
China, importir minyak mentah terbesar di dunia, menerapkan pembatasan Covid yang ketat tahun ini, sangat membebani aktivitas bisnis dan ekonomi, sehingga memukul permintaan bahan bakar.
Rencana larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia, serta pengurangan output dari Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC Plus, juga mendukung harga.
OPEC Plus menyepakati pemotongan produksi 2 juta barel per hari pada awal Oktober.
Secara terpisah, Presiden AS Joe Biden, Rabu, mengumumkan rencana untuk menjual sisa pelepasannya dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) negara itu pada akhir tahun, atau 15 juta barel minyak, dan mulai mengisi kembali persediaan saat dia berupaya meredam tingginya harga BBM menjelang pemilu paruh waktu pada 8 November.
Pengumuman tersebut, bagaimanapun, gagal menurunkan harga minyak, karena data resmi Amerika menunjukkan SPR pekan lalu jatuh ke level terendah sejak pertengahan 1984, sementara stok minyak komersial di luar dugaan menyusut.