Suara.com - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mendukung adanya kenaikan tarif Indonesia Case Based Groups atau INA CBGs. Tarif INA CBGs adalah rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi hingga iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan kepada rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Ghufron mengatakan, kenaikan tarif INA CBGs bisa membantu cost operational rumah sakit yang selalu meningkat. Kenaikan tarif INA CBGs juga diyakini dapat membuat rumah sakit bergerak lebih bebas.
"Kami mendorong juga kenaikan tarif itu (INA CBGs) walaupun dulu sudah pernah dinaikkan. Biar rumah sakit bisa bergerak lebih bebas," tutur Ghufron kepada awak media usai Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan tahun 2022, Jakarta (19/10/2022).
Kendati demikian, Ghufron menekankan agar kenaikan tarif INA CBGs harus dibarengi dengan peningkatan mutu dan sistem pelayanan. Kenaikan tarif INA-CBGs harus memberikan dampak positif bagi peserta, seperti mendapat akses lebih baik, lebih adil, dan mendapatkan intervensi lebih dini. Dia juga mengingatkan, jangan sampai, masih ada diskriminasi terhadap pasien BPJS Kesehatan.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Perluas Skema Pembiayaan Infrastruktur bagi Faskes
Lebih jauh Ghufron menjelaskan, pernah ada fasilitas kesehatan yang melakukan diskriminasi pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah memisahkan layanan kesehata peserta BPJS Kesehatan di area parkir bawah tanah (basement).
"Pasien BPJS di ruangan yang bawah, ruangan di ground, tidak ada AC. Dijadisatu dengan parkir dan pengap. Padahal pasien yang lain (non BPJS) ini enggak seperti itu, kami kasih peringatan," urai Ghufron.
Atas temuan tersebut, pihaknya langsung melakukan evaluasi dan memberikan peringatan kepada rumah sakit untuk melakukan perbaikan dalam 2 bulan.
"Kami ingatkan dalam 2 bulan harus diperbaiki dan akhirnya diperbaiki dalam waktu 2 bulan. Kalau tidak diperbaiki ini kita putus hubungan kerja sama," tegas Ghufron.
Sebagai informasi, kenaikan tarif INA CBGs didorong ARSSI (Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia). Pada 14 September 2022 lalu, ARSSI melayangkan surat kepada Menteri Kesehatan. Isi pokok surat tersebut tentang permintaan kenaikan tarif INA CBGs, berdasarkan peraturan menteri Kesehatan no. 52 tahun 2016 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam program jaminan Kesehatan (JKN) yang masih berlaku sampai saat ini mengingat lebih dari enam tahun belum dilakukan kenaikan.
Baca Juga: Link PCare Eclaim BPJS Kesehatan yang Baru, Begini Cara Daftar Demi Dapat Layanan Kesehatan
Di sisi lain, biaya pelayanan Kesehatan dan beban operasional rumah sakit setiap tahun mengalami kenaikan sehingga ARSSI melalui suratnya mendesak Kementerian Kesehatan RI untuk menaikkan tarif INA CBGs sebesar 30 persen seiring dengan kenaikan harga barang, BBM, UMR yang meningkat serta kenaikan PPn. Tarif yang sekarang membuat resah kalangan pengelola rumah sakit, pemda dan tenaga kesehatan yang berimbas dengan pelayanan yang berbasis pasien safety dan kesejahteraan tenaga Kesehatan yang saat ini belum optimal dan berkeadilan.
Iuran Peserta Dipastikan Tak Naik hingga 2024
Ghufron tak menampik kenaikan tarif INA CBGs akan berdampak terhadap peningkatan klaim BPJS Kesehatan. Kendati demikian, kenaikan klaim tak lantas membuat BPJS Kesehatan menaikan iuran tarif BPJS Kesehatan. Ghufron memastikan, iuran peserta tidak akan naik sampai tahun 2024.
"Ya jelas (klaimnya akan naik). Untuk iuran kepesertaan BPJS Kesehatan, kami berusaha dan berharap tidak ada kenaikan sampai tahun 2024," tuturnya.
Ghufron memastikan, besaran iuran BPJS Kesehatan masih belum berubah alias sama yaitu 5 persen. Bagi peserta PPU (pekerja penerima upah) atau pekerja formal, besaran iuran sebesar 5 persen dari upah dengan rincian 4 persen pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh pekerja.
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai Peserta PBI, iurannya sebesar Rp 42.000. Ini dibayarkan oleh pemerintah pusat, dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kondisi dan kemampuan fiskal tiap daerah.
Selanjutnya, untuk perhitungan iuran ini berlaku juga batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.
Adapun bagi kelompok peserta BPJS Kesehatan sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap, akan dikelompokkan sebagai peserta PBPU (pekerja bukan penerima upah) dan BP (bukan pekerja). Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki sesuai kemampuan finansialnya.
Rinciannya, iuran kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan.