Suara.com - Krisis Sri Lanka membuat pemerintah negara itu melakukan sejumlah langkah antisipasi agar ekonomi negara itu mampu kembali berputar tanpa hambatan.
Salah satunya dengan menurunkan harga BBM. Pemotongan harga BBM tersebut jadi kedua kalinya dalam satu bulan ke belakang.
Melansir AFP, Kementerian Energi Sri Lanka mengumumkan, harga BBM akan kembali dipotong 40 rupee atau sekitar Rp1.680 menjadi 370 rupee.
Namun demikian, untuk harga BBM reguler tidak banyak berubah yakni dihargai dua kali lebih mahal sebelum krisis negara tersebut. Harga solar juga lebih mahal tiga kali lipat dari sebelumnya.
Baca Juga: Indonesia Diyakini Lolos Resesi Meski Dunia Dilanda 'Kegelapan' Pada 2023
Langkah ini mengantisipasi gelombang protes dan antrean parah kendaraan di SPBU yang sudah terjadi dalam beberapa minggu terakhir.
Pemerintah setempat memilih tetap memberlakukan kebijakan jatah BBM lantaran tekanan terhadap jumlah uang Sri Lanka yang digunakan untuk impor.
Meski demikian, hal ini jauh lebih baik dibandingkan krisis sebelumnya yang memaksa kendaraan umum harus berhenti beroperasi karena kenaikan tarif dan membuat penumpang memilih tak naik angkutan.
Berdasarakan laporan media yang sama, tingkat inflasi Sri Lanka masih cukup tinggi, yakni mendekati 70 persen. Bank Dunia memprediksi, ekonomi negara itu turun 9,2%.
Selain itu, ekonomi Sri Lanka juga diprediksi minus 4,2% pada tahun 2023 yang berdampak krisis negara itu akan semakin sulit teratasi.
Baca Juga: Sekda Kaltim Sri Wahyuni Kupas Potensi Krisis Energi sampai Transformasi Digital
Sejumlah faktor dianggap jadi penyebab dari krisis Sri Lanka, mulai dari pandemi COVID-19 hingga ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina.
Pemimpin negara itu, Rajapaksa bahkan memilih untuk kabur demi keselamatan pribadinya. Sri Lanka mengalami gagal bayar utang luar negeri senilai US$ 51 miliar pada April lalu yang berdampak pada menurunnya kepercayaan dunia terhadap negara itu.