Suara.com - Ekonomi Indonesia diklaim bertahan dan masih sangat kuat meski telah melalui berbagai krisis mulai dari pandemi COVID-19 hingga ketidakstabilan politik global.
“Ketahanan ekonomi Indonesia ini saya rasa masih sangat kuat. Kuartal II-2022 kemarin kita tumbuh dengan 5,4 persen dan tahun 2022 ini kami yakin di atas 5 persen mungkin sekitar 5,2 persen,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Webinar 100 Tahun Eka Tjipta Widjaja di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Ia menyebut, ketahanan ekonomi Indonesia salah satunya ditunjukkan pertumbuhan yang masih di atas 5 persen pada kuartal I dan II pada saat sejumlah negara justru tertekan akibat perang Ukraina dan Rusia serta pandemi.
Ia sendiri percya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sesuai target 5,2 persen pada tahun ini dengan inflasi yang juga relatif masih terjaga hingga kini sebesar 5,95 persen di tengah kenaikan harga BBM.
Baca Juga: Alami Inflasi dan Krisis, Warga 'Menjelma' Jadi Pemulung
“Kalau bahasa kami ketika kita melihat perekonomian Indonesia ke depan adalah optimis dan waspada,” ujarnya.
Ia menjelaskan, secara umum perekonomian Indonesia ke depan akan optimis karena selama 2,5 tahun pemerintah terbukti bisa menangani pandemi sekaligus menjaga kegiatan ekonomi.
Meski optimis, ia menegaskan Indonesia tetap waspada mengingat ternyata yang terjadi selama 2,5 tahun pandemi ini meninggalkan scarring effect terhadap perekonomian dari sisi suplai.
Sektor produksi belum bisa langsung cepat merespons permintaan sehingga terjadi inflasi yang pada akhirnya harus disikapi oleh otoritas moneter secara cepat.
Terlebih lagi, inflasi yang disebabkan perbaikan dalam konteks pandemi itu kemudian bertambah lagi dengan inflasi yang muncul karena perang Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Inflasi di Singapura Tinggi, Bank Sentral Perketat Kebijakan Moneter
“Kemudian beberapa komoditas sangat naik hingga menciptakan volatilitas yang sangat tinggi,” kata dia, dikutip dari Antara.
Harga minyak, batu bara, pangan, jagung, kedelai, crude palm oil (CPO) dan berbagai macam komoditas lain naik dan turun dengan sangat cepat akibatnya inflasi di berbagai negara meningkat.
APBN yang selama 2,5 tahun pandemi COVID-19 menjadi shock absorber pun saat ini memerlukan dukungan dari otoritas moneter untuk menaikkan suku bunga acuannya mengingat kenaikan inflasi yang harus ditahan.
Suahasil mengatakan walaupun kenaikan suku bunga ini akan berimbas ke perekonomian namun Indonesia optimis tahun depan masih mampu tumbuh di sekitar level 5,3 persen.
“Kami expect di 2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan ada di sekitar angka 5,3 persen,” pungkasnya.