Studi: 77% Organisasi di ASEAN Fokus Pada Keberlanjutan

Vania Rossa Suara.Com
Senin, 17 Oktober 2022 | 12:51 WIB
Studi: 77% Organisasi di ASEAN Fokus Pada Keberlanjutan
Kyndryl Ecosystm Sustainability Study. (Dok. Kyndryl)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kyndryl (NYSE:KD), penyedia layanan infrastruktur TI terbesar di dunia, hari ini mengumumkan temuan baru dari ‘Kyndryl ASEAN Digital Transformation Study 2022’ yang baru saja diluncurkan, bekerja sama dengan perusahaan riset dan penasihat teknologi, Ecosystm. Studi ini bertujuan untuk menguraikan prioritas bisnis utama dan tren teknologi di perusahaan ASEAN, termasuk tujuan keberlanjutan mereka.

Lima ratus pemimpin C-level berpartisipasi dalam studi di seluruh ASEAN, dan temuan tersebut mengungkapkan bahwa kesadaran atas Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST) tumbuh secara eksponensial di kawasan ini dengan beberapa industri yang memimpin.

Terlepas dari fokus yang lebih besar pada keberlanjutan, organisasi masih kekurangan strategi holistik dan bergulat dengan cara mengintegrasikan data mereka untuk menetapkan target berbasis sains, sambil menavigasi tantangan eksternal seperti peraturan yang lebih ketat.

Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun organisasi di ASEAN menyadari tanggung jawab mereka untuk menyeimbangkan keberlanjutan dan profitabilitas, masih ada tantangan yang menghalangi mereka untuk menetapkan dan mencapai tujuan keberlanjutan mereka.

Baca Juga: Program R.I.S.E Maybank Bantu Sejahterakan Lebih dari 19,000 Komunitas Difabel di Beberapa Negara ASEAN

Beberapa insight utama dari studi yang menyoroti keadaan organisasi berkelanjutan di ASEAN meliputi:

1. Keberlanjutan adalah Bagian Integral dari Prioritas Bisnis

Menurut studi tersebut, 77% organisasi di ASEAN berfokus untuk menjadi organisasi yang berkelanjutan. Mereka didorong untuk mengembangkan dan menunjukkan kesadaran LST dalam tindakan dan investasi mereka, oleh pelanggan, investor, dan oleh mandat keberlanjutan pemerintah. Namun, banyak organisasi mengejar tujuan keberlanjutan tanpa strategi yang mendukungnya – hanya 23% organisasi di ASEAN yang memiliki strategi keberlanjutan perusahaan.

2. Organisasi Sering Kekurangan Strategi Keberlanjutan Holistik

Sementara sebagian besar organisasi berfokus pada alokasi anggaran untuk inisiatif keberlanjutan, kemampuan mereka belum melampaui itu untuk mengidentifikasi keterampilan dan data yang tepat yang diperlukan untuk mendukung inisiatif tersebut. Hanya 4% organisasi di seluruh ASEAN yang memiliki strategi holistik dan berfokus pada tantangan eksternal dan last-mile seperti menegosiasikan kerangka pelaporan yang ambigu.

Baca Juga: Selain Indonesia, Ini 4 Negara ASEAN Diprediksi Lolos dari Resesi

3. Pelanggan dan Investor Mendorong Upaya Keberlanjutan

Menanggapi harapan pelanggan telah menjadi norma untuk setiap bisnis yang sukses saat ini – dan ini meluas ke kesadaran lingkungan dan sosial. Faktanya, pelanggan mendorong tanggung jawab lingkungan dan sosial dalam organisasi; dalam banyak kasus, mereka lebih mendorong perusahaan daripada peraturan yang ada. Hal ini terutama berlaku di Filipina, Indonesia dan Thailand.

4. Data adalah Tantangan Utama untuk Inisiatif Keberlanjutan

Studi ini menemukan bahwa hambatan utama untuk proyek keberlanjutan di ASEAN adalah: 60% biaya operasional, 55% ketersediaan data, dan 50% kurangnya sumber daya khusus. Ini menegaskan bahwa inisiatif keberlanjutan organisasi masih dalam tahap awal.

Di dunia yang didorong oleh data saat ini, sangat mungkin bahwa organisasi memiliki akses ke data yang diperlukan untuk upaya keberlanjutan mereka. Namun, seringkali hal ini tidak terintegrasi dalam keseluruhan strategi data mereka yang membantu mengidentifikasi kumpulan data yang tepat, mengumpulkan data yang diperlukan di semua operasi, dan telah menyematkan analitik untuk insight yang tepat.

5. Industri Media dan Telekomunikasi Lebih Maju

Ketika inisiatif keberlanjutan belum cukup matang, beberapa industri memimpin dengan menggunakan strategi mereka, terutama untuk inisiatif mereka. Media-Telekomunikasi serta Energi-Utilitas misalnya, adalah salah satu industri yang paling matang mengingat insentif untuk mengadopsi praktik berkelanjutan berkenaan dengan biaya dan untuk kelangsungan hidup di masa depan.

Industri yang telah memulai langkah-langkah kecil yang ramah lingkungan juga telah menemukan beberapa keberhasilan awal dan termasuk industri ritel, di mana telah ada fokus pada pengurangan penggunaan plastik dalam kemasan dan pengadaan secara lokal untuk mengurangi jejak karbon.

“Dalam ekonomi yang berkembang saat ini, relevansi dan keberhasilan organisasi akan diukur baik dari segi keuangan dan aspek iklim. Hal ini telah mendorong organisasi untuk menunjuk Chief Sustainability Officers dan menyoroti semakin pentingnya keterampilan tenaga kerja dalam keberlanjutan di masa depan. Studi ini menyoroti bagaimana kekurangan data secara konsisten bisa menghambat perencanaan keberlanjutan sebuah organisasi,” kata Ullrich Loeffler, CEO Ecosystm, dalam keterangan tertulis.

“Meskipun keberlanjutan merupakan bagian integral dari banyak bisnis di ASEAN, masih banyak yang perlu dilakukan untuk membangun kompetensi keberlanjutan dan sepenuhnya memahami apa yang dapat diakses oleh organisasi data dan mengidentifikasi kesenjangan data untuk mendukung tujuan keberlanjutan perusahaan,” katanya lagi.

“Karena ASEAN diprediksi menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2030, sekarang ada tanggung jawab besar bagi bisnis di kawasan ini untuk menyeimbangkan keharusan jangka panjang dari masa depan yang bebas emisi karbon (net-zero future) dengan kebutuhan jangka pendek untuk menjaga bottom line-nya,” kata Sean Lee, Managing Director, Kyndryl Indonesia.

“Saya sangat percaya bahwa keberhasilan keberlanjutan terletak pada seberapa baik suatu organisasi dapat mengintegrasikan orang, proses, dan teknologinya untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan ini, kita perlu menempatkan orang-orang sebagai pusatnya dan menanamkan prinsip-prinsip keberlanjutan di semua tingkat budaya organisasi,” lanjut Sean Lee.

Di Kyndryl, strategi LST adalah inti dari misi organisasi untuk menjadi perusahaan yang digerakkan oleh tujuan (purpose-driven). Fokus strategis Kyndryl adalah untuk terus mengembangkan bisnis Cloud-nya agar bisa memungkinkan peningkatan efisiensi energi sekitar 22-39%. Perusahaan juga akan melanjutkan ekspansi energi terbarukan di seluruh portofolionya, menumbuhkannya hingga 75% dalam beberapa tahun ke depan untuk semua pusat datanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI