PNM Bawa Pengrajin Limbah Pecahan Kaca Ekspor ke Jepang, Malaysia, Australia hingga Eropa

Minggu, 16 Oktober 2022 | 09:49 WIB
PNM Bawa Pengrajin Limbah Pecahan Kaca Ekspor ke Jepang, Malaysia, Australia hingga Eropa
I Gede Rediawan, Pengrajin Kaca Tiup asal Ubud, Gianyar Bali. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Permodalan Nasional Madani (PNM) terus berkomitmen dalam membantu masyarakat terkecil naik kelas. Melalui divisi Pengembangan Kapasitas Usaha (PKU), PNM menjalankan program pemberdayaan usaha terhadap para pelaku usaha yang tidak tersentuh oleh perbankan. Setidaknya ada tiga tahapan yang dilaksanakan oleh PNM yakni, edukasi nasabah, pendampingan usaha serta menciptakan pasar baru.

Sudah banyak nasabah yang berhasil naik kelas berkat program tersebut, I Gede Rediawan adalah salah satunya. Ditemani PNM selama 15 tahun, perajin limbah pecahan kaca asal Ubud, Gianyar Bali tersebut berhasil mengekspor produk kaca tiupnya hingga ke Malaysia, Jepang Australia hingga Eropa. Bahkan, omset penjualannya bisa mencapai Rp300 juta per bulan.

Perjalanan membangun bisnis yang dilalui Rediawan tidaklah mudah. Rediawan menjelaskan, di awal-awal usahanya tidak berjalan mulus. Selain belum memiliki langganan, juga belum terkenal seperti para pengusaha lainnya. Belum lagi kendala pendanaan yang kerap dihadapi, tak ada satu pun lembaga keuangan baik bank maupun non bank yang bersedia membiayai bisnisnya.

Kemudian PNM masuk memberikan secercah harapan. Modal awal yang diterimanya dari PNM adalah Rp50 juta. Dari modal itu, dia membangun sebuah gubukan kecil sebagai pabrik sekaligus tempat peristirahatannya serta mempekerjakan 5 orang karyawan.

Baca Juga: Siap-siap! Besok 4000 Pelaku UMKM di Kota Bandung Mulai Dapatkan BLT

Kerajinan tangan kaca tiup. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)
Kerajinan tangan kaca tiup. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)

Awalnya, dia menjalankan bisnis kaca mozaik. Saat itu, produk kaca mozaik banyak diminati, tapi lambat laun bisnisnya mulai redup karena permintaan yang kian merosot. Melihat karyawan yang sudah mulai banyak dan menggantungkan hidup kepadanya, Rediawan pun berinovasi untuk menjalankan bisnis kaca tiup.

Bisnis kaca tiup sudah berjalan 5 tahun, idenya muncul dari melihat banyaknya pecahan kaca dan dahan kering yang biasa digunakan oleh warga sebagai kayu bakar. Di satu sisi, Rediawan juga gemar menonton tutorial YouTube yang kontennya berisikan pembuatan karya seni.

Singkat cerita, Rediawan bertemu dengan seorang warga Jepang. Warga Jepang yang tengah berlibur ke Bali itu sudah lebih dulu memiliki usaha kaca tiup di negaranya. Dengan sedikit modifikasi, potongan pecahan kaca dan dahan tersebut ia coba ubah menjadi hiasan rumah yang estetik hingga kemudian Rediawan pun mulai mencoba membuat kaca tiup.

"Ide kaca tiup awalnya dari orang Jepang, tapi yang mereka punya tidak ada variasi kayunya, kalau kami kan basic memang di kayu. Kaca tiup yang mereka punya itu ada hak ciptanya, jadi saya minta izin untuk menambahkan variasi kayu. Mereka izinkan, jadi kami bikin versi yang beda tapi dari kayu," tutur Rediawan.

Sementara terkait bagaimana produknya bisa go international, dia menyebut, hal tersebut berawal dari kedatangan salah satu turis asing yang tak sengaja datang ke pabrik dan membeli produknya. Puas dengan produk dan layanan yang diberikan, turis tersebut pun membeli kembali dalam jumlah yang besar. Entah bagaimana klimaksnya, turis dari berbagai negara pun kian berdatangan ke Galeri Seni ST Factory Glowing Glass miliknya. Tak pelak, dia pun kebanjiran order.

Baca Juga: Cerita Rahmah, UMKM BRI yang Berhasil Buat Buah Kopi Takengon Aceh Diekspor ke Amerika Serikat

Berbahan Baku Limbah Kaca

Proses pembersihan limbah kaca. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)
Proses pembersihan limbah kaca. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)

Beragam kerajinan kaca yang mempunyai kesan mewah ini dibuat dari limbah pecahan kaca dan kayu bakar bekas yang diperoleh dari berbagai tempat seperti hotel, restauran, toko bangunan (untuk kayu) dan juga dari para pemulung. Limbah kaca tersebut dibelinya dengan harga Rp1.000 per kilogram.

Limbah kaca tersebut kemudian dipilah sesuai warna dan dibersihkan. Setelah dibersihkan, kaca-kaca tersebut dileburkan di suhu sekitar 1.600 derajat celcius. Dari peleburan tersebut, menghasilkan segumpal cairan yang kemudian bisa diproses menjadi berbagai bentuk barang kerajinan dengan cara dimasukkan ke dalam alat yang biasa disebut mal sambil ditiup dan diputar-putar.

Proses pembuatan kaca tiup di ST Factory Glowing Glass Ubud, Gianyar Bali. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)
Proses pembuatan kaca tiup di ST Factory Glowing Glass Ubud, Gianyar Bali. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)

Setelah terbentuk benda yang diinginkan kemudian dimasukkan kembali ke dalam oven pendingin hingga semalaman. Keesokan harinya, kaca yang sudah terbentuk itu dikeluarkan untuk dilakukan finishing.

Adapun berbagai kerajinan kaca yang dihasilkan adalah asbak, gelas wine, vas bunga, akuarium kecil dan lain-lain. Produk tersebut dijual mulai dari Rp50 ribu-25 juta. Tentunya harga ini menyesuaikan dengan ukuran, kerumitan serta bahan baku yang dibutuhkan. Pembeli juga diperbolehkan untuk request model yang diinginkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI