Suara.com - Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak pemerintah berbagai negara di dunia memprioritaskan melindungi mereka yang rentan melalui dukungan yang ditargetkan, sambil menjaga sikap fiskal yang ketat untuk membantu memerangi inflasi.
"Pemerintah-pemerintah menghadapi trade-off yang sulit di tengah kenaikan tajam harga pangan dan energi," kata Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF, Vitor Gaspar, Rabu (12/10/2022).
Pemerintah, menurut dia, harus melindungi keluarga berpenghasilan rendah dari kehilangan pendapatan riil yang besar dan memastikan akses mereka ke makanan dan energi.
"Tetapi mereka juga harus mengurangi kerentanan dari utang publik yang besar dan, sebagai tanggapan terhadap inflasi yang tinggi, mempertahankan sikap fiskal yang ketat sehingga kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bersilangan dengan kebijakan moneter," ujarnya lagi.
Baca Juga: Sri Mulyani Bertemu Bos IMF, Indonesia Mau Jadi Pasien Juga?
Kenaikan harga berbagai kebutuhan mengancam standar hidup masyarakat, mendorong pemerintah-pemerintah untuk memperkenalkan berbagai langkah fiskal, termasuk subsidi harga, pemotongan pajak, dan transfer tunai, rata-rata biaya fiskal yang diperkirakan mencapai 0,6 persen dari produk domestik bruto nasional.
Selain itu juga, menurut Gaspar, berdampak pula kepada kontrol harga, subsidi, atau pemotongan pajak akan "mahal" untuk anggaran dan "pada akhirnya tidak efektif,".
"Menghadapi tingkat utang yang tinggi dan meningkatnya biaya pinjaman, pembuat kebijakan harus memprioritaskan dukungan yang ditargetkan melalui jaring pengaman sosial kepada orang-orang yang paling rentan," kata mereka.
Pengawasan fiskal mencatat bahwa pada saat inflasi tinggi, kebijakan untuk mengatasi harga pangan dan energi yang tinggi seharusnya tidak menambah permintaan agregat, mencatat bahwa tekanan permintaan memaksa bank-bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi, membuatnya lebih mahal untuk membayar utang pemerintah.
"Sikap pengetatan fiskal mengirimkan sinyal kuat bahwa pembuat kebijakan selaras dalam perjuangan mereka melawan inflasi," tulis laporan terkait.
Baca Juga: 5 Daerah di Sulawesi Selatan Punya Desa Kategori Miskin Ekstrem
Terlepas dari perlambatan ekonomi, tekanan inflasi terbukti lebih luas dan lebih persisten daripada yang diantisipasi, menurut laporan World Economic Outlook terbaru IMF yang dirilis Selasa (11/10/2022).
Inflasi global sekarang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 9,5 persen tahun ini sebelum melambat menjadi 4,1 persen pada tahun 2024, kata laporan itu.