Suara.com - Dampak pandemi terhadap ekonomi yang masih membekas dan situasi geopolitik yang makin memanas menyebabkan rantai pasok global terimbas. Kolaborasi kepemimpinan mutlak dibutuhkan guna memperbaiki ekosistem konektivitas tersebut. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti situasi global yang menjadi tidak kondusif. Situasi ini membuat kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20 tahun ini menjadi lebih kompleks sekaligus makin vital.
Sebab, rentetan krisis dan seteru geopolitik memiliki dampak buruk yang sangat masif.
"Kepemimpinan Indonesia sebagai Presiden G20 merupakan sebuah tanggung jawab dan amanah yang besar bagi Indonesia karena pandemi Covid-19 di dunia belum selesai, sementara pemulihan global masih terpecah-pecah dan terjadi secara tidak merata di berbagai negara," ujar Airlangga dalam keterangan di Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Kepemimpinan Indonesia di G20 menjadi lebih penting akibat perang tersebut. Menko Airlangga mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi ke bawah karena inflasi yang tinggi, harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter, volatilitas pasar keuangan, terutama di negara-negara berkembang.
IMF memprediksikan pertumbuhan tahun ini sebesar 3,2% akan menurun tahun depan menjadi 2,9% di tahun 2023. Kondisi ini sering disebut the perfect storm atau tantangan akibat 5C yaitu Covid 19 yang belum selesai, (conflict) konflik Ukraina, perubahan iklim (climate change), tingginya harga komoditas (commodity price increase) dan tingginya biaya hidup sampai terjadi inflasi (cost of living) yang berakibat kepada inflasi. Akibatnya terjadi krisis energi dan pangan.
Baca Juga: Menko Airlangga: Pemerintah Siapkan Strategi Besar untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
"Bahkan jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan meningkat dua kali lipat dari 135 juta orang sebelum pandemi menjadi 276 juta hanya dalam dua tahun. Kini bahkan bisa meningkat sampai 323 juta orang sebagai efek dari perang Rusia dan Ukraina," imbuh Airlangga.
Sementara, Gubernur Lemhanas RI Andi Widjajanto menjelaskan, situasi global saat ini telah memicu krisis pada tiga sektor yaitu, pangan, energi, dan finansial.
Secara simultan, hal ini juga diperparah dengan meningkatnya tensi geopolitik yang disebabkan perang antara Rusia dengan Ukraina. Imbasnya muncul ketidakpastian yang dapat memicu resesi global dan mempersulit upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi.
"Saat Indonesia menerima mandat sebagai tuan rumah G20 tahun ini, fokus kita adalah bagaimana mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi. Saat amanat Presidensi G20 dijalankan, muncul situasi geopolitik yang membuat dunia semakin keras," imbuh dia.
Oleh karenanya, Andi menilai Presidensi G20 2022 di Indonesia saat ini makin menantang. Karena tak hanya berupaya sebagai momentum pemulihan ekonomi dunia pasca-pandemi, melainkan juga sebagai sarana memimpin kolaborasi antar negara dalam mendorong resolusi global.