Suara.com - Krisis ekonomi telah berulang kali terjadi dan menjadi siklus yang menakutkan bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Ancaman krisis pun bakal kembali menerjang dunia pada tahun depan setelah adanya gejolak inflasi hingga kenaikan suku bunga The Fed.
Lantas bagaimana sektor keuangan nasional memitigasi dampak yang akan timbul jika krisis tersebut benar terjadi?
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan industri keuangan terutama perbankan menjadi salah satu sektor yang mesti mendapatkan perhatian khusus, mengingat perannya sebagai tulang punggung dan akselerator perekonomian Indonesia.
"LPS sebagai lembaga yang berperan besar dalam membantu stabilitas sistem keuangan akan terus bertransformasi mengembangkan fungsi LPS ke arah risk minimizer," kata Purbaya dalam sebuah webinar bertajuk Kiprah LPS dalam Stabilisasi dan Penguatan Sektor Keuangan, Kamis (6/10/2022).
Baca Juga: Krisis Ekonomi Dunia Jadi Ancaman, Jokowi: Investasi Jadi Rebutan
Apalagi setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, posisi LPS akan semakin kuat.
Menurut Purbaya beberapa penguatan mandat tersebut antara lain, yaitu LPS dapat melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas bank.
Kemudian, LPS juga dapat melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan penyelamatan bank, selain bank sistemik yang dinyatakan sebagai bank gagal dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor, dan atau efektivitas penanganan permasalahan bank serta tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test).
“Jadi LPS sudah lebih leluasa untuk memastikan bahwa tindakannya akan dapat menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, kalau ekonomi sedang goncang jangan sampai ada bank yang tutup karena bisa menimbulkan efek beruntun ke bank-bank yang lain,” ujar Purbaya.
Sejak berdirinya LPS tahun 2005, Indonesia telah mengalami berbagai macam krisis, seperti Subprime Mortgage & Lehman Brothers pada 2007-2008, Global Financial Crisis pada 2009-2010, Krisis Fiskal Eropa pada 2011-2012 hingga pandemi COVID-19 pada 2019 sampai sekarang.
Baca Juga: Krisis Menggila! Saking Laparnya Murid Sekolah di Inggris Makan Karet Penghapus
Kendati demikian, sektor keuangan di tanah air tetap terjaga dan solid, karena di tengah rangkaian krisis itu, kredit dan Dana Pihak Ketiga perbankan terus tumbuh. Hal ini sekaligus mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan yang tetap terjaga.
"Keberadaan LPS memberikan keyakinan dan kepercayaan masyarakat kepada bank dan sektor keuangan," kata Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah.
Piter mengungkapkan kemampuan untuk mampu bertahan di tengah gelombang krisis, termasuk krisis pandemi ini, ditunjukan dengan indikator kinerja bank umum konvensional yang meningkat per Juni 2022, yakni CAR 24,72%, BOPO 78,46%, LDR 81,63%, NIM 4,78%, ROA 2,38%, NPL 2,86%.
Termasuk empat bank terbesar Indonesia pada semester I 2022 yang mampu mencatatkan laba bersih yang luar biasa besar bahkan di tengah krisis, diantaranya BRI Rp24,79 triliun, Mandiri Rp20,21 triliun, BCA Rp18,05 triliun, BNI Rp8,8 triliun.
“Sekali lagi saya ingin menegaskan hal ini tidak lepas dari kiprah LPS, peran besar LPS menjaga keyakinan masyarakat terhadap sektor keuangan kita,” kata dia.