Suara.com - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan butuh proses yang panjang dan waktu yang lama untuk mengubah Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi BUMN. Saat ini, Kementerian BUMN juga tidak terburu-buru dalam rencana mengubah status BSI.
Untuk diketahui, BSI didirikan dari gabungan berbagai bank syariah himpunan bank negara (Himbara) mulai dari BRI Syariah, BNI Syariah, hingga Bank Syariah Mandiri. BRI Syariah merupakan pemimpin dari BSI tersebut.
"Jadi, kalau proses mengenai BSI akan menjadi BUMN, itu prosesnya masih panjang. Butuh waktu lama dan mungkin kita tidak tergesa-gesa saat ini. Sehingga, diharapkan informasi mengenai BSI sudah clear," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Arya menegaskan, saat ini pemerintah sudah memiliki mayoritas saham di BSI. Sehingga, bisa mengontrol kinerja hingga aksi korporasi dari BSI.
Baca Juga: Dikunjungi Presiden, Start Up ini Beri Solusi Terhadap Isu Ketahanan Pangan
Adapun, saham BSI mayoritas dimiliki oleh beberapa himbara. Rinciannya, Bank Mandiri memiliki saham 50,8%, BNI memiliki saham 24,8%, BRI memiliki saham 17,2%, sedangkan 7,07% saham dipegang oleh publik.
"Saat ini saham merah putih sudah ada di BSI, dan itu merupakan kontrol pemerintah terhadap BSI, dan itu sangat kuat, dan itu sebenarnya membuat posisi BSI sudah hampir mirip dengan BUMN lainnya," ucap dia.
Sebelumnya, Arya menyebut BSI dalam waktu dekat menjadi BUMN. Bahkan, rencana tersebut mulai masuk tahap akhir.
Nantinya, pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) agar merestui perubahan BSI menjadi BUMN.
"Ya tinggal final, kira-kira tinggal di ujunglah. Harusnya nggak lama, mudah-mudahan sebentar lagi," kata Arya.
Baca Juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dapat PMN Rp3,2 Triliuan Buat Tambal Pembengkakan Biaya