Menyeimbangkan Inovasi dan Risiko di Tengah Booming Pascapandemi Dalam Layanan Keuangan Digital

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 30 September 2022 | 05:59 WIB
Menyeimbangkan Inovasi dan Risiko di Tengah Booming Pascapandemi Dalam Layanan Keuangan Digital
Ilustrasu keuangan digital [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Transaksi dengan perbankan digital telah tumbuh secara signifikan sejak dimulainya pandemi COVID-19. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengakui tren pertumbuhan tersebut terjadi karena meningkatnya tingkat penerimaan dan preferensi yang dimiliki masyarakat, juga karena mayoritas dari mereka melakukan belanja online di berbagai platform e-commerce.

Perry Warjiyo baru-baru ini juga menyatakan, digitalisasi adalah pilar Indonesia Maju untuk terwujudnya ekonomi dan keuangan digital nasional pada pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 di Bali pada Juli tahun ini.

Pertumbuhan ketertarikan terhadap layanan keuangan digital

Antara tahun 2017 hingga 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menyampaikan bahwa sebanyak 2.593 cabang fisik bank telah ditutup, tetapi pada saat yang sama terjadi pertumbuhan 3X lipat dalam transaksi digital.

"Ini menyiratkan bahwa banyak bank yang telah menyadari adanya penurunan kebutuhan untuk kehadiran fisik karena kemajuan teknologi yang cepat dalam perbankan digital," kata Country Manager ADVANCE.AI di Indonesia, Ronald Molenaar.

Banyak bank dan platform e-commerce ternama di Indonesia yang telah memiliki layanan dan aplikasi bank digital, contohnya Jenius by BTPN, Livin by Bank Mandiri, Allobank, MNC Bank dan Bank Jago.

"Lebih banyak kontributor yang telah diluncurkan atau sedang dalam tahap persiapan akhir untuk memasuki ruang perbankan digital," kata Ronald Molenaar.

Namun, kecepatan digitalisasi perlu disesuaikan dengan manajemen risiko yang tepat dan kepatuhan terhadap peraturan terutama dalam menghadapi serangan kriminal yang semakin canggih termasuk identitas sintetis, peniruan identitas (deep fakes) dan penipuan rekayasa sosial.

Regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OKJ), memfasilitasi transisi digital onboarding Indonesia agar tidak hanya mulus, tetapi juga aman dan terjamin. Sejumlah peraturan telah diperkenalkan untuk berbagai proses eKYC (electronic Know Your Customer) untuk mencegah dan mengidentifikasi pencucian uang, pendanaan terorisme serta meminimalisir risiko pencurian identitas dan penipuan.

Baca Juga: Bila Tak Diatasi, Kesetaraan Keuangan Digital Antara Perempuan dan Laki-Laki Baru Terjadi 60 Tahun Lagi

Manajemen penipuan dan risiko di era digital

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI