Prinsip TOD menempatkan sarana komersial, permukiman, perkantoran, fasum dan fasos dalam jarak tempuh yang dekat. Mayke pun bilang beberapa negara di Amerika Latin, Jepang, Hongkong dan Singapura sudah menerapkan konsep hunian TOD.
Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menjelaskan, konsep TOD memiliki sejumlah manfaat seperti meningkatnya angka pemakaian transportasi publik sehingga tingkat kemacetan menurun karena jumlah kendaraan tidak lagi melebihi kapasitas jalan sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan karena penggunaan bahan bakar dan emisi berkurang.
Sementara di Indonesia, Implementasi konsep TOD ini sudah dilakukan pada tahun 2015, ketika jalur Mass Rapid Transit (MRT) kali pertama dibangun di Jakarta, dan berkembang hingga kini ketika Light Rail Transit (LRT) Jabodebek Tahap I dipersiapkan untuk beroperasi secara komersial tahun depan.
Pemerintah juga bekerjasama dengan stakeholder untuk membuat kawasan TOD degan memaksimalkan pemanfaatan lahan di sekitar stasiun untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi.
Sementara pengamat Properti, Ali Tranghanda mengatakan, hunian TOD menjadi relevan saat ini karena membuat waktu dan aktivitas masyarakat yang bekerja di kota, menjadi tidak banyak terbuang di jalan karena macet.
Dari sisi pemanfaatan lahan, Ali menilai jika TOD ini merupakan solusi untuk penataan perkotaan karena mengoptimalkan fungsi lahan yang kian terbatas dan mahal, dengan basis transportasi publik di kawasannya.
"Kalau kota semakin besar, artinya semua penduduk akan ke pinggir wilayah penyangga. Nah, warga penyangga ke Jakarta harus ada transportasi apakah MRT, LRT, ataupun kereta api. Tapi ketika masuk ke Jakarta dia harus terkoneksi dengan simpul-simpul TOD yang lebih lengkap. Hunian vertikal TOD seperti itu akan menjadi nilai tambah yang layak diperhitungkan untuk investasi ke depannya," kata Ali.