Suara.com - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tengah merevisi tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Hak Cipta. Tarif PNBP yang baru nanti, memungkinkan pelaku kreatif membayar Rp0 saat mendaftarkan hak cipta atas produk atau barang jasanya ke DJKI Kemenkumham.
Plt Dirjen Kekayaan Intelektual, Razilu memastikan, insentif PNBP Hak Cipta tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara. Pasalnya, pendapatan DJKI tidak hanya berasal dari hak cipta, namun juga dari hak merek, hak paten dan hak desain industri.
"Insya Allah tidak berpengaruh, karena sebenarnya, (PNBP) terbesar yang kami peroleh itu dari biaya tahunan hak paten. Kalau (hak cipta), pendaftarannya relatif kecil, hanya Rp400 ribu, mau berapa banyak juga tidak berarti. Tapi justru dari hak paten ini kami mendapatkan penerimaan negara yang begitu besar," tutur Razilu ditemui awak media di Roving Seminar Kekayaan Intelektual di Hotel Four Points Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis, (29/9/2022).
Tarif PNBP Pelayanan Kekayaan Intelektual (KI) diatur berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2019. Setidaknya ada 12 jenis tarif PNBP Hak Cipta yang diterapkan. Besarannya dari mulai Rp200 ribu-10 juta per permohonan.
Baca Juga: Siapa Lukas Enembe? Tersangka Suap Rp 1 Miliar yang Ingin Undang Vladimir Putin ke Papua
Sementara terkait jenis PNBP yang akan dikenakan tarif Rp0, Razilu mengaku masih membahasnya. Yang pasti, kata dia, target PNBP DJKI senilai Rp850 miliar hingga akhir 2022 dapat tercapai.
"Di Kemenkumham kami sedang membuat Permenkuham-nya untuk mengklasterkan kira-kira jenis PNBP apa saja yang bisa dibuat hingga Rp0," tutur Razilu.
Sebagai informasi, revisi tarif PNBP Hak Cipta merupakan salah satu bentuk dukungan DJKI terhadap PP 24/2022 tentang Ekonomi Kreatif. Aturan tersebut merupakan regulasi yang menjadi terobosan untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif (Ekraf) di Tanah Air.
Regulasi tersebut juga sekaligus menjadi suatu terobosan yang menjadi bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku Ekraf. Terlebih, sektor Ekraf di Indonesia berkontribusi cukup besar dalam perolehan produk domestik bruto (PDB) ekonomi nasional. Di mana, saat ini Ekraf Indonesia berada di posisi ketiga setelah Amerika Serakat dan Korea Selatan dengan nilai Rp1.191 triliun.
Baca Juga: Menyoal Penerbitan SK Pengesahan Mardiono Jadi Plt Ketum PPP Yang Begitu Cepat Oleh Kemenkumham