Suara.com - Menteri Ekonomi Keuangan dan Industri era pemerintahan Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, menilai pelemahan rupiah atas dollar Amerika Serikat yang terjadi sekarang ini bukan sesuatu yang sulit untuk diprediksi.
Sejatinya, tim ekonomi pemerintah memiliki forecast dan menyiapkan skenario untuk mengantisipasi dampak dari hal itu terhadap perekonomian Indonesia, kata dia.
"Rupiah semakin melemah karena Bank Sentral negara Organisation for Economic Cooperation and Development sedang melakukan program anti-inflasi agresif dengan menyedot ekses likuiditas dan karena ‘kelemahan struktural’ ekonomi Indonesia dan ketergantungan utang sangat besar, yang sangat rentan terhadap gejolak tingkat bunga. Inflasi makanan sebesar 11,5% akan makin tinggi karena kenaikan harga BBM ditambah pelemahan rupiah," ujar Rizal Ramli dalam pernyataan tertulis, Rabu, 28 September 2022.
Menurut mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu memprediksi kondisi perekonomian ke depan akan semakin sulit lantaran kebijakan yang dibuat pemerintah banyak yang keliru.
Baca Juga: Menko Luhut Ungkap Batu Ganjalan yang Hambat Perekonomian Indonesia
Misalnya, kata Rizal Ramli, dalam konteks kenaikan upah buruh, kebijakan pemerintah terlihat ngasal. Karena, penghitungannya tidak merujuk pada angka inflasi. Akibatnya, daya beli lesu dan roda perekonomian melambat, katanya.
"Tahun lalu rata-rata upah (UMR) hanya naik 1,09% pertahun, inflasi makanan sudah 11.5% dan bisa cepat naik ke 15% akibat kenaikan harga BBM dan pelemahan rupiah. Ini namanya ‘program pemiskinan masal buruh’? Kok tega, ngakunya Pancasila, ngakunya Merah Putih? Pancasila jangan hanya jadi slogan, buktikan dalam kebijakan," kata Rizal Ramli.
Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus tergerus. Nilai mata uang Indonesia siang ini pada level Rp15,244.45 per dollar AS, terendah dalam kurun waktu lebih dari dua tahun.