Suara.com - Pemerintah daerah diminta mempertimbangkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR), terkhusus di DKI Jakarta.
Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Tauhid menilai, Perda KTR DKI Jakarta tidak akan efektif, jika banyak membatasi dan mengatur hingga aspek penjualan.
Terutama hingga ke warung-warung dan ritel-ritel tradisional, lantaran ekosistem warung yang sangat berbeda-beda.
"Siapa yang akan mengawasi warung yang jumlahnya sangat banyak. Perda tidak bisa menyentuh itu, karena Perda KTR hanya mengatur tempat tertentu saja," ujar Ahmad di Jakarta, Selasa (27/9/2022).
Baca Juga: Perda KTR Juga Larang Konsumsi Rokok Elektrik, Asosiasi Vape: Tak Ada Dasar Ilmiahnya
Menurut dia, penjualan rokok berkontribusi signifikan terhadap omset toko dan warung kecil.
Sementara, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, peraturan daerah harus mampu menjaga keseimbangan antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam hal ini, baik kepentingan kesehatan maupun ekonomi harus diakomodir. Jangan sampai, Raperda KTR mendiskriminasi dan merugikan salah satu pihak.
"Mengatur kan menjaga keseimbangan, jangan sampai membunuh pelaku usaha dan jangan sampai merugikan masyarakat yang berkeinginan hidup sehat. Prinsip dasarnya kan itu," imbuh dia.
Gembong menuturkan, bahwa sesuai mekanisme penyusunan peraturan daerah, Raperda KTR DKI Jakarta harus mengacu pada peraturan di atasnya yaitu PP 109/2012.
Baca Juga: Pengusaha dan Industri Tembakau RI Menangis, Asing Ikut Atur Perda KTR
"Perda KTR ini pasti akan diselaraskan dengan PP 109/2012. Dasarnya akan ke sana. Mekanisme pembahasan suatu aturan kan diatur dengan undang-undang," kata dia.