Suara.com - Kondisi perekonomian dunia pada 2023 mendatang diperkirakan akan memburuk. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengutip pernyataan Bank Dunia pada Senin (26/9/2022).
Ia mengatakan seluruh negara-negara di dunia tahun depan akan masuk ke jurang resesi. Salah satu tandanya, menurut Sri Mulyani, sudah bisa dilihat saat ini, yakni seluruh bank sentral di dunia telah menaikkan suku bunga.
"Bank Dunia sudah menyampaikan kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama, maka dunia pasti mengalami resesi di 2023,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual.
Lantas apa saja tanda-tanda munculnya resesi? Berikut ulasannya.
Baca Juga: Kekhawatiran Soal Risiko Resesi Global, Rupiah Masih Melemah
Bank Sentral naikkan suku bunga
Mengutip pernyataan Bank Dunia, Menteri Sri Mulyani mengatakan, salah satu pertanda awal akan munculnya resesi pada 2023 mendatang adalah kebijakan bank sentral di seluruh dunia yang telah menaikkan suku bunga.
Menurutnya, kenaikan suku bunga tersebut akan menghambat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Terbukti kini, menurut catatan Sri Mulyani, negara-negara yang telah menaikkan suku bunga acuan di antaranya bank sentral Inggris sebesar 200 basis poin dan Amerika Serikat yang sudah menaikkan suku bunga 300 basis poin sejak awal 2022.
Purchasing Managers Index (PMI) global turun
Baca Juga: Lanjutkan Tren Positif, Pendapatan Negara Capai Rp1.764 Triliun per Agustus 2022
Pertanda lainnya dunia akan masuk ke jurang resesi, lanjut Sri Mulyani, adalah turunnya aktivitas Purchasing Managers Index (PMI) secara global.
Pada Agustus 2022 lalu, PMI manufaktur global turun dari 51.1 ke 50.3. Sri Mulyani menyebut, penurunan tersebut juga menyumbang pelemahan pada ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup baik
Di tengah ancaman resesi dunia tersebut, Sri Mulyani mengklaim ekonomi Indonesia saat ini masih menunjukkan tren yang cukup baik. Di antara negara-negara G20 dan ASEAN-6, hanya 24 persen saja yang aktivitas manufakturnya mesih meningkat dibanding bulan lalu.
Sri Mulyani menyebut negara-negara itu adalah Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam dan Arab Saudi. Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 mendapai 5.01 persen. Sementara inflasi juga masih terkendali di level 4.35 persen pada Juli 2022.
“Indonesia dengan kelima negara yang lain masih pada level yang akseleratif. Ini hal yang cukup positif tapi kita juga sangat menyadari lingkungan global kita mengalami pelemahan," terang Sri Mulyani.
Bank dunia minta negara-negara tingkatkan produksi
Untuk mencegah dampak resesi ekonomi yang lebih parah pada tahun depan, Bank Dunia meminta negara-negara di dunia mulai meningkatkan produksi di berbagai sektor.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Bank Dunia David Malpass. Menurutnya, dengan meningkatkan produksi, maka pasokan pada suatu negara akan melimpah dan karenanya inflasi bisa ditekan.
Kabar baik di tengah sinyal resesi
Meski ancaman resesi di depan mata, namun ada kabar yang menggembirakan di tengah ancaman tersebut. Kabar baik ini mengenai jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia yang terus turun.
Sri Mulyani mengungkap tak hanya utang pemerintah, utang korporasi pun juga semakin rendah.
Menurut data Bank Indonesia, utang pemerintah Indonesia pada akhir Mei 2022 sebesar USD415 miliar. Jumlah tersebut turun 4,9 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan