Suara.com - Beberapa saat lalu, Es Teh Indonesia mencuri perhatian di media sosial usai melayangkan somasi kepada salah satu konsumen yang menyampaikan protesnya terkait kandungan gula.
Pihak Es Teh Indonesia beralasan, somasi itu disampaikan karena bahasa yang disampaikan konsumen itu cukup kasar.
Dalam keterangan resminya, Es Teh Indonesia mengaku selalu terbuka terhadap kritik dan saran dari konsumen. Namun, Es Teh Indonesia merasa keberatan dengan kicauan tersebut lantaran pernyataan atas rasa manis pada produk bersifat subjektif.
"Kurang pantas menyatakan bahwa produk Chizu Red Velvet seperti gula seberat 3 kg. Kami menganggap pernyataan tersebut dapat menyebabkan pemberian informasi keliru dan/atau menyesatkan kepada konsumen/publik," sebut surat terkait.
Baca Juga: Dalam 3 Bulan, Pajak Kripto Sumbang Rp126,75 Miliar dalam Keuangan Negara
Pasalnya, Gandhi dalam cuitannya juga turut menyebut kata-kata kasar yang merujuk pada hewan dan diklaim ditujukan kepada Es Teh Indonesia dan perusahaan merasa rugi.
"Dengan ini kami memperingatkan dan menegur dengan keras saudara untuk segera melakukan penghapusan dan klarifikasi pernyataan pada akun Twitter pribadi saudara, paling lambat 2x24 jam sejak tanggal surat ini," bunyi somasi tersebut.
Hal ini lantas ramai diperbincangkan, salah satu akun yang turut mencuitkan masalah ini adalah akun Political Jokes di Twitter.
"Saat yang tepat untuk pajak produksi makanan/minuman mengandung gula peningkat resiko diabetes. Cukai juga boleh sih," tulis @/poljokesID.
Cuitan itu lantas turut dikomentari oleh akun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (@beacukaiRI) hingga menarik perhatian ratusan warganet.
Baca Juga: Menkeu Sebut Pajak Kripto Terkumpul Rp126,75 Miliar per Agustus 2022
Untuk diketahui, pemerintah sejatinya sudah beberapa kali merencanakan cukai minuman dengan pemanis. Hal ini lantaran tingginya kasus diabetes di indonesia sehingga Bea Cukai diminta bertugas mengendalikan hal ini.
Salah satu yang belakangan turut dibahas yakni Cukai MBDK. Cukai MBDK adalah instrumen fiskal yang hemat biaya, sekaligus berpotensi dapat mengurangi konsumsi minuman dalam kemasan.
Namun demikian, Dirjen Bea dan Cukai Askolani menegaskan, pemerintah hingga kini masih menunggu momen yang tepat dalam menerapkan cukai MBDK.
"Kebijakan cukai MBDK tentunya direncanakan dan dipersiapkan oleh pemerintah sesuai dengan mekanisme. Tetapi kalau ditanya 2023, saat ini masih dalam tahap perencanaan," kata dia dalam konferensi pers APBN Kita.