Menteri Investasi: Bali Compendium Jadi 'Senjata' Indonesia dalam Gugatan WTO

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 26 September 2022 | 15:12 WIB
Menteri Investasi: Bali Compendium Jadi 'Senjata' Indonesia dalam Gugatan WTO
Ketua Dewan Pembina BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sekaligus Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menutup pidatonya dalam acara HUT ke-50 HIPMI, Jumat (10/6/2022). (Tangkap Layar YouTube HIPMI TV).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kesepakatan Bali Compendium yang lahir dari pertemuan Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20 diharapkan bisa jadi 'senjata' Indonesia khususnya terkait gugatan terhadap larangan ekspor nikel di World Trade Organization (WTO).

Disampaikan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, Bali Compendium jadi  harapan agar negara lain tidak mengintervensi dan menghargai kebijakan masing-masing-masing, khususnya terkait hilirisasi.

"Kaitannya dengan WTO karena mereka kan sudah terikat dengan kesepakatan ini. Kenapa lagi mereka harus mempersoalkan itu di WTO? Dan Indonesia saya sudah sampaikan di beberapa forum bahwa kita tidak akan mundur sedikit pun. Sekalipun kalian bawa ke pengadilan lebih tinggi daripada WTO. Kalau ada pengadilan lain-lain silakan saja," kata dia, dikutip Senin (26/9/2022).

Ia menjelaskan Bali Compendium akan menjadi acuan kebijakan masing-masing negara dalam merancang dan melaksanakan strategi untuk menarik investasi berkelanjutan.

Baca Juga: Pengusaha AS-ASEAN Ingin Tingkatkan Investasi di RI, Jokowi Tawarkan Kemudahan Perizinan Lewat Omnibus Law

Dalam hal ini, setiap negara diberi kekuasaan dalam menyusun strateginya sesuai dengan keunggulan komparatifnya.

Sehingga, Bahlil menilai tidak seharusnya ada negara atau pihak yang menghalangi kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi yang dilakukan Indonesia.

Menurut dia, hilirisasi jadi salah satu jalan yang dilakukan sejumlah negara maju di masa lalu. Maka, menurutnya tidak adil jika negara maju yang mengintervensi kebijakan hilirisasi tidak mendukung upaya Indonesia untuk maju dan berkembang

"Karena Indonesia ini sudah merdeka, tidak boleh kita diintervensi oleh negara manapun. Yang salah itu adalah ketika kita tidak menerima investasi hilirisasi dari mereka. Tapi ketika kita hanya membangun hilirisasinya di negara kita supaya nilai tambahnya ke kita, silakan investornya datang ke kita. Toh negara mereka juga seperti itu dulu kok di tahun 60an-70an. Masa ketika mereka berkembang dari negara berkembang ke maju boleh, tapi jalan kita dipotong," katanya.

Saat ini, Indonesia sedang menunggu hasil akhir dari proses penyelesaian sengketa dagang yang dilayangkan oleh Uni Eropa dalam sidang WTO terkait larangan ekspor bijih nikel. Gugatan tersebut sedang dalam proses panel sengketa awal dan masih menunggu keputusan final dari WTO.

Baca Juga: Beri Pembekalan Wisudawan-wisudawati di UGM, Bahlil: Selamat Datang ke Dunia Nyata, Jangan Jadi Karyawan!

Pelarangan ekspor bijih nikel ini telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak 1 Januari 2020 lalu, dan diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Pelarangan ekspor bijih nikel dilakukan dalam rangka mendorong hilirisasi nikel agar nilai tambah komoditas tersebut bisa dirasakan sepenuhnya untuk kepentingan dalam negeri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI