Rancangan Perpres Swasembada Gula Bikin Petani Tebu Ketar-ketir

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 26 September 2022 | 14:24 WIB
Rancangan Perpres Swasembada Gula Bikin Petani Tebu Ketar-ketir
Ilustrasi tebu (pixabay/Joseph Mucira)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Petani tebu rakyat kini dibuat khawatir dengan beredarnya draft rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Rencana Swasembada Gula Nasional.

Dalam rancangan draft Perpres tersebut, terungkap jika pemerintah menugaskan PTPN III untuk memproduksi gula konsumsi dan gula industri sekaligus, dengan menggandeng mitra kerja. Skema tersebut diprediksi bukan melahirkan swasembada gula nasional, tapi monopoli usaha.

Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, rancangan Perpres ini perlu dicermati lebih dalam. Sebab, jangan sampai Presiden mengesahkan kebijakan yang dampaknya justru merugikan untuk negara.

"Jangan menjerumuskan presiden!" tegas dia.

Baca Juga: Pria yang Kritik Kadar Gula Minta Maaf ke Es Teh Indonesia, Warganet Geram Ikut Bela Konsumen

Soemitro mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyusun dan mengesahkan kebijakan soal percepatan swasembada gula ini.

Sebab, jangan sampai muncul pihak-pihak tak bertanggungjawab yang sengaja membisikkan usulan kebijakan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam bentuk Perpres yang tujuannya hanya untuk menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya.

"Saya ingin mengimbau kepada pemerintah, apalagi ini kan bentuknya Perpres, PTPN III jangan ambil untung mulu, Pak Presiden jangan gegabah keluarkan aturan, impor gula tapi bikin mati petani. tugas BUMN itu menyejahterakan rakyatnya, bukan mencari untung sebesar-besarnya ke rakyatnya," tegas dia.

Aturan yang Jadi Sorotan

Soemitro pun menyoroti sejumlah hal yang diatur dalam rancangan draft Perpres ini. Pertama adalah, perluasan area tanam yang tercantum di dalam rancangan aturan itu, tidak menyebutkan area yang menjadi target perluasan area tanam.

Baca Juga: Apa itu Somasi? Surat yang Dilayangkan Es Teh Indonesia kepada Pelanggan yang Kritik Produknya

Hal ini dinilai berbahaya bila area tanam baru yang dibuka lokasinya jauh dari sentra pengolahan atau pabrik gula yang sudah ada saat ini.

"Lahannya di mana? Pabriknya di mana? harus jelas dulu! Satu lahannya di mana, di Aceh? ada nggak pabrik gula di sana? Kalau pabriknya di Jawa, makan banyak biaya. Bisa-bisa keburu busuk tebunya," tegas dia.

Masalah lainnya, yaitu soal kendala masalah kapasitas produksi pabrik. Saat ini, menurut dia, Indonesia sudah punya lahan tebu dengan total luas area mencapai 450.000 ha.

Ia khawatir, bila produksi tebu di tingkat petani digenjot tanpa mempertimbangkan kapasitas pengolahan yang ada, bisa-bisa tebu yang diproduksi tidak terserap dengan baik dan harga tebu petani anjlok.

"Kalau mau ditambah jadi 700.000 ha, lalu produksinya siapa yang nyerap? Pabrik gula itu punya keterbatasan produksi, lalu pabriknya di mana, harus jelas," tuturnnya.

Soemitro pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap penyusunan rancangan Perpres itu yang dianggapnya tak melibatkan kalangan petani sehingga terkesan tumpul dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

"Bagaimana mau jelas? kita petani tidak diajak bicara," cetus dia.

Masalah yang dikeluhkan petani tak berhenti di sana. Dalam rancangan Perpres itu, disebutkan juga bahwa tugas percepatan swasembada gula diserahkan ke PTPN III lewat skema penunjukan langsung.

Menurut Soemitro tidak masuk akal lantaran kapasitas produksi BUMN pertanian itu tentu belum cukup memadai untuk menyerap seluruh tebu petani.

"Kok diistimewakan PTPN III? memangnya tugas swasembada bisa diselesaikan sendirian, kan harusnya seluruh pabrik atau badan usaha gula bisa dapat penugasan juga dong, nggak cuma PTPN saja," tegas dia.

Ia khawatir, kebijakan ini nantinya hanya menguntungkan segelintir pihak.

Saat ini, ada sedikitnya 11 pabrik gula rafinasi yang saling berbagi peran dan wilayah produksi untuk memenuhi kebutuhan gula industri di berbagai wilayah di Indonesia.

Bila Perpres ini jadi disahkan, alih-alih mendorong percepatan swasembada gula, kebijakan ini justru berisiko memicu terjadinya monopoli usaha produksi gula rafinasi atau gula untuk kebutuhan industri yang bahan bakunya berasal dari impor.

Bila itu terjadi, maka iklim industri gula nasional bisa rusak permanen, karena pasokan impor bahan baku gula rafinasi akan dimonopoli pleh PTPN III dan rekanannya sehingga pabrik gula eksisting akan kekurangan pasokan dan tidak bisa berporduksi hingga bisnisnya terhenti.

Di sisi lain, harga gula petani juga bisa anjlok lantaran harga tawar tebu petani dipatok hanya maksimal Rp 11.500 per kg oleh PTPN.

"Lelang di PTPN, PTPN dijaga lelangnya tidak lebih dari Rp 11.500, intinya di beli flat 11.500 walau lewat lelang. Kalau gini pabrik mana yang mau berani nawar tebu petani lebih tinggi? tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI