Suara.com - Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen dengan suku bunga deposit facility naik menjadi 3,5 persen dan suku bunga lending facility menjadi 5 persen.
Keputusan ini ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Edisi Bulan September 2022, Kamis (22/9/2022).
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan akan ada dua dampak yang perlu dimitigasi dengan baik atas keputusan kenaikan suku bunga BI.
"Yaitu potensi pertumbuhan ekonomi yang akan jadi terkoreksi dan inflasi yang tetap merangkak naik," kata Ajib dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Menurut dia sampai akhir tahun, pertumbuhan ekonomi cenderung akan bergerak di angka 5 persen tetapi yang bahaya adalah ketika inflasi yang terjadi diatas pertumbuhan ekonomi.
"Karena ketika kondisi tingkat inflasi diatas pertumbuhan ekonomi terjadi, maka secara substantif kesejahteraan masyarakat akan turun dan terkorbankan," katanya.
Upaya ini dalam rangka termasuk untuk mengimbangi langkah Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.
Dirinya memaparkan langkah kebijakan moneter yang diambil pemerintah ini dalam rangka menjaga laju inflasi yang terus merangkak naik. Hingga kuartal kedua tahun 2022, inflasi pada bulan Juli menunjukkan angka 4,94 persen year to year (yoy).
"Jauh dari asumsi makro awal penyusunan APBN 2022 yang ditarget hanya kisaran 3 persen secara agregat di tahun 2022," katanya.
Baca Juga: Belasan Ribu Buruh di Sukabumi Terkena PHK, Tanda Resesi Global di Depan Mata?
Secara prinsip menurut dia inflasi disebabkan karena 2faktor utama. Pertama karena faktor permintaan (demand pull inflation). Hal ini timbul karena pertambahan jumlah uang beredar dan meningkatnya konsumsi secara keseluruhan, sehingga membuat sisi demand naik.