Suara.com - Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan level suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen.
Langkah bank sentral ini sejalan dengan naiknya suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang mengkerek naik suku bunganya sebesar 75 basis poin.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan kebijakan BI menaikkan suku bunga ini akan memberikan konsekuensi ekonomi dengan berkurangnya likuiditas dan cenderung menurunkan kemampuan daya beli serta konsumsi masyarakat.
"Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan ditopang oleh konsumsi," kata Ajib di Jakarta, Jumat (13/9/2022).
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga Acuan dan Harga BBM Bikin Pelaku Usaha Makin Tercekik
Dia bilang data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun atau lebih dari 54 persen kontribusinya dari sisi konsumsi.
Sehingga kata dia yang perlu dikritisi dalam kebijakan moneter ini adalah dengan efek disinsentif dalam ekonomi.
"Ketika pemerintah secara agresif melakukan penyelamatan fiskal dengan banyak disinsentif ke dunia usaha, selanjutnya pemerintah kembali membuat kebijakan dari sisi moneter yang membuat dunia usaha kembali mengalami tekanan, dengan potensi melemahnya konsumsi," katanya.
Sehingga kata dia seharusnya pemerintah lebih fokus dengan pemberian insentif agar terjadi pengurangan biaya-biaya dan kemudahan produksi sehingga efek inflasinya tetap bisa terjaga.
"Misalnya dengan melakukan kebijakan relaksasi kredit untuk dunia usaha yang kembali diperpanjang karena narasi besar atas potensi inflasi. Dengan pola pembiayaan yang lebih terukur dan managable, dunia usaha akan mempunyai fleksibilitas," katanya.
Baca Juga: BI Diprediksi Naikkan Suku Bunga Hingga 5% Pada Akhir Tahun Hingga 2023